Hantaran aroma tanah yang menggempul karena curahan air hujan dan bunyi
gemericik air ditambah dengan kicauan burung bersahutan serta hembusan angin
yang semilir menambah indahnya suasana pagi ini ...
Kriiinggg ... kringgg ... !!! alarm di kamar berdegup
kencang, membuat suasana hening di kamar terasa sangat gaduh, tidak terasa
dinginnya malam akan berganti menjadi pagi yang hangat. Pagi itu sekitar pukul
05.00 wib ada dua orang kakak beradik sedang mengelilingi sekitar komplek untuk
lari pagi. Angin sepoi-sepoi dan nampak tersamar kabut asap membuat
suasana pagi itu terasa segar. Seperti biasanya seminggu dua kali mereka
melakukan kegiatan ini karena udaranya masih segar. Dua anak itu bernama
Zazkia Azahra Putri (kakak) dan Ferlita Ferarezka Putri (adik) usia mereka
hanya berbeda satu tahun. Ayahnya bekerja di Kedutaan Inggris, Jakarta Pusat
sedangkan Ibunya bekerja sebagai Pengacara di Jakarta Barat. Mereka bersekolah
di SMA Tunas Bangsa, Jakarta Barat.
Tidak terasa waktu sudah menunjukan pukul 07.00 mereka harus
bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah, seperti biasanya mereka selalu diantar
oleh papah ke sekolah.
“Pah, ayo berangkat nanti kita
terlambat.” Ajak Zahra sambil memakai sepatu.
“Iya tunggu sebentar ya kak, papa mau sarapan
dulu.” Jawab papa dengan lembut
“Iya udah buruan ya pah, aku tunggu di mobil
ya.“ sambil menunggu papa
sarapan Zahra langsung menarik
tangan Lita untuk berpamitan sama mama.
“Mah kita berangkat dulu ya.” ujar
Lita sambil mencium mama.
“Iya sayang hati–hati di jalan dan
belajar yang benar ya.“ jawab mama.
“Ayo sayang kita berangkat !“ ajak
papa.
“Oke pah, dada mama.” jawab Zahra dan
Lita sambil melambaikan tangan.
Sesampainya di sekolah mereka bertemu
dengan Vai di lapangan basket.
“Hey, kalian berduan ajah.” tanya Vai
“Lah, emangnya mau sama siapa lagi,
biasanya kita juga kalo berangkat selalu berdua
kok.” jawab Zahra dengan bingungnya.
“Tau nih Vai kaya gak pernah tau
aja.” jelas Lita
“Kirain gitu Lita bareng Fauzi,
hhhaaa ...“ jawab Vai sambil meledek.
“Aaaahhhhh, nyebelin pagi-pagi udah
bercanda ajah.” jawab Lita kesal lalu
meninggalkan Vai.
“Huffftt... (sambil menarik nafas
panjang) yah gua kok ditinggal si?” teriak Vai.
Mereka langsung menuju ke ruangan kelas masing-masing untuk
mengikuti pelajaran. Saat bel istirahat berbunyi dengan lantangnya, seperti
biasanya mereka berkumpul dan bercanda dengan Fauzi, Vai dan Dayla. Mereka
berlima memang bersahabat sejak kecil. Saat sedang asik berbicara tiba-tiba
mereka dikhawatirkan dengan keadaan Lita, mereka bingung belakangan ini Lita
sering mimisan, pingsan dan sering bergemetar.
“Dek, kenapa hidung kamu kok berdarah ?” tanya Zahra dengan rasa kaget.
“Hah... berdarah, mimisan maksud
kakak.“ jawab Lita sambil mengelap hidungnya
dengan tisu yang digenggamnya.
“Iya, ya udah kita ke UKS yuk !“ ajak
Fauzi sambil membantu Lita berdiri.
sesampainya di UKS Vai berkata.
“Iya udah kamu istirahat aja dulu di
sini sampai jam pulang sekolah nanti kita semua
ke sini lagi.” sambil membuatkan teh
Zahra berkata.
“Iya dek kamu istirahat aja dulu, oh
ya ni diminum dulu tehnya.”
“Eh, Lit kita ke kelas dulu iya, udah
bel tuh.” Ujar Dayla.
“Iya gak papa kok, maaf iya udah
ngerepotin kalian.” Jawab Zahra dengan penuh
perasaan yang tak enak pada
teman-temannya karena telah merepotkan mereka
semua.
Sepulang dari sekolah Lita langsung menuju halaman belakang,
sambil menikmati segelas jus jeruk buatan bi Ijah, ia pun duduk di pinggiran
kolam sambil memberi makan ikan, suara ikan yang bergerak kian kemari dan suara
pancuran air membuat pikirannya sedikit tenang, sedikit terlintas dibenaknnya
‘kenapa iya belakangan ini aku ngerasa ada hal aneh dariku, aku sering mimisan
dan pingsan.’ Tiba-tiba mama datang memecahkan lamunanku dan menanyakan keadaan
Lita lalu mengajaknya untuk memeriksakan diri ke dokter. Sesampainya di Rumah
Sakit Pertamina, Jakarta Selatan, Lita langsung melakukan pemeriksaan di
laboratorium untuk mengetahui penyakit apa yang dideritanya.
“Dok,
bagaimana hasil tes labolatoriumnya?” tanya mama dengan suara cemas.
“Heeempphhh... berdasarkan hasil tes
laboratoriumnya anak ibu positive terkena
penyakit kanker darah stadium 2.“
jawab dokter dengan perasaan tidak enak.
“Haaah gak mungkin dok, dokter
bercandakan atau dokter pasti bohong. Iya kan?“
jawab Lita kaget dengan perasaan
tidak percaya.
“Gak mungkin saya berbohong untuk hal
sepenting ini anak manis. Maaf, tapi ini
adalah kenyataan yang sesungguhnya.
Mungkin ini memang berat tapi kita masih bisa berusaha melakukan yang terbaik.”
jawab dokter sambil memberikan hasil tes laboratarium dan meninggalkan mereka
berdua.
Sesampainya di rumah, ia meminta mamanya untuk tidak
memberitahu semua ini ke kak Zahra dan sahabatnya tentang penyakitnya, Saat itu
Lita langsung berlari menuju sudut rumah untuk memainkan sebuah alat musik
piano dengan alunan suara piano yang merdu membuatnya tak sadarkan diri, tidak
terasa ia mengeluarkan bulir air mata dari sudut matanya.
Keesokaan harinya ketika Zahra dan Lita sedang berjalan
menuju ke kantin, tiba-tiba Vai memanggilnya dan menghampiri mereka.
“Zahrraa... Litaaa, tunggu !” teriak
Vai dengan suara lantang.
“Ada apa vai buru – buru banget ?” tanya Zahra heran.
“Hhee... ohya tadi aku ketemu bu
Henny katanya seluruh pengurus osis disuruh
kumpul di ruangan osis.” Jawab Vai.
“Emangnya kapan Vai?“ tanya Lita.
“Emmphh nanti pas jam pulang sekolah.”
Jelas Vai.
“Oohhh, oke Vai nanti kita datang.” Jawab
Lita.
Bel pulang sekolah berbunyi (treeeng ... treeenng...), Zahra
langsung menuju kelas Lita untuk mengajaknya ke ruangan osis, tidak lama
kemudian bu Henny datang dan memberikan informasi.
“anak-anak ibu mau
memberitahukan kalo semua anak osis diwajibkan mengikuti kegiatan arung
jeram di daerah Bogor. Ibu sudah meminta izin kepada kepala sekolah untuk
menyutujui kegiatan osis ini. Kegiatan ini untuk melatih kekompakan satu sama
lain jadi ibu harap keikutsertaannya” ujar bu Henny.
“horreee... emangnya kapan bu
acaranya?” tanya anak osis dengan perasaan gembira.
“insaallah acaranya dilaksanakan
minggu depan, jam 07.00 harus sudah sampai sekolah” jawab bu Henny, ia pun
langsung meninggalkan ruangan osis.
Setelah bu Henny keluar pandangan Fauzi mengarah ke Lita.
“ehh lit kamu kenapa?“ tanya Fauzi.
“tau nih bukanya seneng
mau jalan-jalan malah cemberut, bukannya kamu seneng banget ya sama kegiatan
kaya gini.“ tanya Dayla dengan bingung.
“hhha takut gak boleh ikut ya sama mama tenang aja nanti aku bilangin.” ejek
Fauzi.
Dalam hati Lita sebenarnya bukan itu yang
dipikirkannya, bukan takut tidak diizinkan sama mama, tapi takut dia
tidak kuat mengikuti kegiatan itu, karena kondisinya sudah mulai lemah.
Sepulang dari sekolah sahabat mereka yaitu Fauzi,Vai dan
Dayla main ke rumah Zahra dan Lita sekaligus minta izin ke orangtuanya supaya
mereka dibolehkan mengikuti kegiatan osis. Mereka berkumpul di ruang tamu
bersama.
“Tante di sekolah aku ada kegiatan untuk anak osis yaitu arung jeram di daerah
Bogor, Zahra sama Lita boleh ikut gak tante.“ tanya Fauzi dengan lembut
“Kalau Zahra si boleh, tapi kalo Lita
tante gak izinin karena tante takut kondisi dia memburuk.” jawab mama dengan perasaan
takut.
“Yah tante gak mungkin Lita gak kuat,
dia pasti kuat, dia kan suka banget kegiatan yang menguji aderenalin hhee, lagi
pula kalo gak ada dia gak rame tante.” jawab Vai dengan memohon
“Emphhh ... iyaudah seterah Lita,
tante gak maksa” jawab mama.
“Iya udah aku ikut kegiatan itu deh.”
jawab Lita dengan tersenyum.
Sehari sebelum kegiatan itu dimulai, saat sedang menyiapkan peralatan untuk
arung jeram, Lita mulai ragu untuk mengikuti kegiatan osis tersebut, karena
Lita takut fisiknya gak kuat dan nantinya malah merepotkan
teman-temannya, tapi ia merasa tidak enak dengan teman-temannya karena
sudah terlanjur janji. Keesokan harinya Zahra dan Lita datang ke sekolah lalu
menuju halaman sekolah untuk mendengarkan arahan dari pembina. Sesampai di tempat
tujuan mereka langsung membuat kelompok untuk mendaki gunung, seperti biasa
kelompok mereka yaitu Zahra, Lita, Fauzi, Vai dan Dayla. Baru sebentar
perjalanan entah kenapa Lita terlihat sangat lelah sekali, sedangkan Zahra dan
ketiga temannya masih bersemangat, karena Lita sudah sangat lelah akhirnya kami
pun beristirahat sejenak sambil menikmati bekal yang mereka bawa, mereka pun
mengeluarkan beberapa makanan dari ransel mereka. Zahra dan yang lainnya
memaklumi keadaan Lita tapi satu sisi ia bingung. Cewe tomboy yang selalu ceria
dan bersemangat dalam menghadapi medan perjalanan yang sesulit apapun tiba-tiba
lemas tak berdaya.
“Dek, kamu kenapa sih kok lemes
banget.” tanya Zahra cemas.
Lita hanya menggelengkan kepala dan mengeluarkan beberapa obat
“Iya kamu kenapa sih, tidak seperti
biasanya yang selalu ceria.” ujar Dayla
“Eh, obat kamu banyak banget lit,
kamu sakit apa emangnya, wajah kamu pucat banget belakangan tuh.” tanya Fauzi.
“Ooohh obat... itu obat penghilang
rasa pusing kok. Aku cuma gak enak badan ajah.” jawab Lita. Sebenarnya aku
terpaksa ikut kegiatan ini, andai ajah kalian semua tau apa aku rasakan saat
ini dan apa penyakitku saat ini.
“Aaahh, bohong! gak mungkin kamu gak
kenapa–kenapa, Kamu cerita dong siapa tau ada yang bisa kita bantu.” cetus Vai
dengan rasa tidak percaya.
Tidak ada jawaban dari Lita sedikitpun, akhirnya mereka pun
bergegas untuk melanjutkan perjalanan untuk melihat air terjun dan berwisata
arung jeram. Untuk sampai ke air terjun mereka harus melewati 700 anak tangga.
Sesampai di sana mereka menyempatkan untuk berfoto-foto, tetapi tidak ada
ekspresi dari wajah Lita sedikitpun.
Sepulang dari arung jeram Lita terlihat sangat lelah, ia pun
langsung menuju ke kamar, disetiap malam ketika ia ingin terlelap ia
selalu duduk dekat jendela kamar sambil memandang seribu bintang yang
bertaburan di angkasa dengan indahnya, dalam hati ia berkata. ‘Tuhan aku ingin
hidup lebih lama lagi, berikan aku kesempatan’. Lita selalu membayangkan
tentang penyakitnya yang semakin lama menjalar keseluruh tubuh, ia sudah
tidak tahan menahan semua rasa sakit ini sendirian. Zahra bingung belakangan
ini Lita selalu menangis dan menyendiri seperti ada yang disembunyikan dari
dia, karena setiap kali ditanya ada masalah apa, jawabnya selalu tidak enak
badan dan kecapean. Mama pun tidak pernah memberitahu Zahra tentang keadaan
Lita. Saat sedang melewati kamar Lita, tidak sengaja Zahra melihat Lita
menangis.
“Dek kenapa kamu menangis?“
pertanyaan Zahra membuyarkan lamunanku.
Lita pun langsung bercerita tentang apa yang dirasakannya.
”Maaf kak, kalau selama
ini aku menyembunyikan sesuatu, sebenarnya aku punya penyakit Kanker Darah
stadium 2.” Jelas Lita seraya memeluk Zahra.
“Astagfirulloh kenapa kamu tidak
pernah cerita sama kakak, mama juga tidak pernah memberitahu kakak tentang
semua ini.” Jawab Zahra kaget
“Aku takut kalo aku bilang sama kakak
nanti kakak malah khawatir, aku gak mau ngerepotin kakak, aku gak mau semua
orang kasihan sama aku karena penyakitku ini. Kak aku udah gak kuat lagi
membayangkan penyakit yang telah menggerogoti tubuhku ini, sisa umurku tinggal
sedikit lagi aku hanya bisa pasrah dengan penyakitku ini dan aku harus
bersiap-siap menghadapi kematian.”
Zahra pun terdiam mendengar semua itu. Kasihan Lita wajahnya
tampak pucat, bibirnya kering, rambutnya mulai rontok dan tubuhnya
terlihat kurus dan menggigil, ini semua membuat dia berputus asa dalam
menghadapi penyakitnya, masa remaja dia tidak seindah teman-teman sebayanya
yang dapat merasakan kebahagiaan bersama teman-teman, bercanda, berkumpul.
Keesokan harinya
orangtua mereka pun membawa Lita ke Rumah Sakit Pertamina di daerah Jakarta
Selatan. Orangtua mereka dan dokter telah berusaha untuk penyembuhan penyakit
Lita. Kasihan Lita dia harus mengikuti pengobatan kemoterapi untuk
menghilangkan rasa sakitnya, tetapi dengan kemoterapi pun belum cukup untuk
fase peenyembuhannya. Zahra mengusulkan untuk membawa Lita berobat keluar negeri,
karena Lita mengetahui hal tersebut ia pun menolak usulan kakaknya untuk
membawanya berobat keluar negeri karena semua itu percuma karena penyakitnya
ini sudah sangat parah.
Mama selalu menenangkan dan memberikan semangat kepada Lita
supaya dapat menerima kenyataan ini karena selalu ada jalan dalam setiap hidup
dan selalu ada peran yang harus kita jalani dalam hidup ini, entah itu apa
karena itu semua sudah digariskan oleh tuhan, kita harus menerima cobaan
ini dengan sabar dan tegar jangan menganggap semua cobaan ini tidak adil.
Itulah hidup sesulit apapun hidup akan terasa mudah dengan tersenyum, selalulah
tersenyum dan menebar kebahagiaan kapan pun dan dimana pun berada.
Sepulang dari Rumah Sakit, hari itu terasa sangat berbeda,
semua keadaan Lita berubah total, entah kenapa ia terlihat sangat bersemangat
dan sering menebar senyum, ia dapat bernyanyi dan bercanda dengan bi Ijah.
“detik ini aku bisa tertawa merasa paling bahagia, tapi apakah kebahagian ini
hanya sesaat dan berganti menjadi tangis, hhheempp betapa bahagianya aku hari
ini dan aku gak akan menyia-nyiakan kesempatan baik ini.” ujarnya. Kami
sekeluarga sangat senang melihat keadaan Lita saat ini. Saat malam hari
ditemani dengan dinginnya angin malam, Lita mengajak Zahra bercerita.
“Kakak ke kamar yuk, aku mau cerita
nih.” ajak Lita sambil menuju kamar Lita.
“Cerita apa sih dek?” tanya Zahra.
“Cerita temen sekolah
kak, aku kangen deh sama temen-temen, pingin ketemu mereka lagi untuk
yang terakhir kalinya, aku kangen sama kelucuan Fauzi yanng suka
marah–marah gak jelas, Rivai yang suka ngelawak dan Dayla yang hobinya
curhat mulu, sampai bosen aku dengernya hheee... kapan aku bisa bercanda,
berkumpul dan bermain bersama mereka lagi? aku kangen saat-saat kumpul.” jawab
Lita sambil melihat album foto-fotonya dengan sahabatnya
aku gak ngerti dengan omongan zahra untuk yang terakhir kalinya.
“Sabar ya dek nanti kalo
kamu udah sembuh nanti kita kumpul bareng lagi, ohya dapet salam tuh dek dari
Fauzi dia kangen sama kegokilan kamu, di kelas sepi katanya gak ada kamu...
cieee.” jawab Zahra seraya mengjak bercanda.
“Iiihhh apaan sih kak
gak lucu deh.“ jawab Lita sambil tersenyum.
Tidak lama kemudian orangtua mereka masuk ke kamar Lita untuk
mengucapkan selamat tidur secara bergantian mereka mencium kening Lita satu
persatu dimulai dari mama, papa dan kak zahra. Lita memeluk mereka dengan erat
seakan tidak mau kehilangannya.
“Mah, aku pasti rindu
saat-saat seperti ini, aku ingin mama selalu ada disamping aku.” tanya Lita
seraya memecahkan keheningan dan merasakan kehangatan pelukan mama.
“Husttt... kamu gak
boleh ngomong kaya gitu lagi ya, karna mama dan yang lainnya selalu ada buat
kamu.” jawab mama sambil meneteskan air mata.
“Selamat tidur ya
sayang, mimpi indah.” ujar papa sambil menutup pintu kamar Lita dan mematikan
lampu kamarnya.
Zahra pun langsung menuju kamar, saat menjelang tidur Zahra
berfikir. ‘apapun akan aku lakukan demi keselamatan adiku.’ Tidak terasa sudah
larut malam rasa kantuk pun tak tertahankan dengan diselimuti angin malam yang
semilir yang menembus melalui celah-celah jendela kamar, Zahra pun terlelap
tidur, tidak terasa ia sudah melewati malam dengan berulir mimpi indah dan saat
terbangun dari tidurnya badannya terasa sangat segar.
Pagi harinya mereka harus kembali ke Rumah Sakit Pertamina, Jakarta Selatan
untuk kontrol keadaan Lita, baru sampai di ruang resepsionist tiba-tiba Lita
jatuh pingsan, semua shock dan mengantarkan Lita ke ruang UGD. Dokter yang
menangani Lita pun keluar.
“Ibuuu Lita kritis, dia koma dan dia butuh pendonor sumsum tulang belakang.”
ujar dokter.
“Terus apa dok yang bisa kami lakukan
dok.” jawab mama dengn khawatir.
“Sekarang kalian ikut saya untuk
periksa sumsum tulang belakang.” ajak dokter.
Dari semua yang ikut pemeriksaan
ternyata hanya zahra yang cocok sumsum tulangnya dengan Lita.
“Apa kamu bersedia mendonorkan sumsum
tulangmu untuk adikmu.” tanya dokter dengan lembut
“Baik dok saya bersedia, semua akan ku lakukan
demi adik.” jawab Zahra dengan suara yang terdengar lantang.
Semuanya pun berjalan dengan lancar, 2 hari kemudian Lita pun
tersadar, mama langsung memeluk Lita dengan mata berkaca-kaca.
“Akhirnya kamu sadar sayang.” Tanya mama seraya menahan butiran air mata.
“Memangnya aku kenapa mah?” jawab
Lita bingung.
“Kamu baru saja melewati
fase kritis sayang, kamu baru terbangun dari tidur panjangmu dan kamu baru saja
operasi sumsum tulang belakang.” Ujar mama.
“Hah sumsum tulang mah?
terus siapa mah yang udah donorin sumsum tulang ke aku.” Jawab Lita Kaget
“Kak zahra sayang... yaudah sayang
kamu istirahat aja dulu.” Ujar mama.
“Sekarang dimana kak zahra mah aku
ingin ketemu dia, telpon dia mah, suruh ke sini.” jawab Lita memaksa.
“Atas desakan Lita mama pun menyuruh
zahra untuk ke Rumah Sakit.”
Zahra pun menuju Rumah Sakit atas
keinginan adiknya saat perjalanan menuju Rumah Sakit, hujan pun
turun dengan derasnya tetapi itu semua tidak menyurutkan keinginan Zahra untuk
bertemu adiknya, kabut asap karena derasnya hujan pun menghalangi pandangan
Zahra. Tidak diduga mobil yang ditumpangi Zahra mengalami kecelakaan, Zahra pun
dilarikan ke Rumah Sakit Pertamina, kebetulan Rumah Sakit itu tempat dimana
adiknya dirawat. Orang yang membawa Zahra ke Rumah Sakit pun menelepon orangtua
Zahra untuk memberitahukan keadaan anaknya yang sedang kritis saat itu.
Orangtuanya pun terkejut mendengar berita itu, orangtuanya langsung mengajak
Lita melihat keadaan kakaknya, Zahra pun sempat tersadarkan diri dan memberikan
secarik kertas yang berisi surat kepada mamanya.
“mah, tolong jagain Lita
iya, buat dia selalu tersenyum bahagia, jangan buat dia terus larut dalam
kesedihan, aku titip ini untuk Lita dan sahabat aku.”
Orangtuanya pun tak bisa menahan isak tangis dan disitulah
Zahra menghembuskan nafas terakhirnya. Zahra pun langsung dibawa ke rumah,
orangtua Zahra langsung memberitahu kabar duka ini kesahabatnya. Keesokan
harinya tepatnya siang hari Zahra langsung dimakamkan.
‘Delapan hari sebelum ulang tahun kakak, Allah telah
memanggilnya, aku terkapar sendirian, jerit tangis akan menyelimuti
kesendirianku setiap hari, Kini aku hanya bisa duduk diatas gundukan tanah
merah yang masih basah, dan bertabur bunga warna-warni serta terukir
jelas nama Zazkia Azahra dibatu nisan.’ Ucap Lita seraya menangis.
Suara nyanyian angin yang berdansa dan daun-daun yang menari-nari
menemani kesendirian Lita. ‘aku kehilangan sosok seorang kakak yang mampu
membuat aku bertahan sampai sekarang, seorang kakak yang bisa menjadikan aku
menggantungkan sebuah harapan, seorang kakak yang dapat dijadikan sahabat,
sekarang gak ada lagi yang dapat menyemangtkan aku, gak ada lagi yang
mendengarkan curhatanku, aku menyesal telah memaksa mama supaya mempertemukan
aku dengan kak Zahra, dan aku belum sempat mengucapkan terima kasih karena
kakak telah mendonorkan sumsum tulang ini ke aku, andai saja saat itu aku tidak
menyuruh kakak untuk datang ke rumah sakit, pasti ini semua tidak akan terjadi,
seharusnya aku yang lebih dulu dipanggil.’ Ucap Lita, Lita pun terus-terusan
merasa bersalah karena dia fikir kecelakaan yang meninpa kakaknya karena kesalahan
dirinya.
Tidak terasa delapan hari sudah Zahra meninggalkan mereka
semua, hari itu begitu berati, malam itu mereka mengenang semua masa yang
pernah mereka lewati bersama almarhum Zahra, masa indah yang penuh warna dan
mereka tidak akan bisa mengulang kebahagiaan itu lagi, selamat tinggal Zahra.
Hari itu tepat hari kelahiran Zahra, mereka pun mengundang
sahabat-sahabat Zahra karena mereka ingin membacakan isi surat yang Zahra
titipkan ke orangtuanya. Saat itu sedang hujan, suara gemericik hujan selalu
membuat hati tenang, butir-butir air yang menetes membuat ranting basah dan
menciptakan aroma rerumputan yang khas, saat awan berubah menjadi kelabu
goresan pelangi yang membentuk lengkungan dengan warna warni yang indah
ditambah alunan piano yang dimainkan Lita berbunyi dengan merdunya membuat
suasana menjadi lebih tenang. Disinilah orangtua Zahra membacakan isi pesan
Zahra.
Isi suratnya
Assalamualaikum Wr.Wb.
Dengan sepucuk surat ini aku ingin
mengungkapkan isi hati aku yang selama ini belum sempat kakak ungkapkan.
Sebentar lagi usiaku bertambah, telah banyak pengalaman hidup ini yang aku
lewati bersama kalian, telah banyak pelajaran hidup yang aku rajut bersama
kalian. Aku ingin membahagiakan kalian tapi malah aku sering mengecewakan kalian.
Buat mama dan papa jangan bersedih, aku rela melakukan semua ini demi
kesembuhan Lita, semoga pengorbanan ku ini tidak sia-sia. Maafkan aku belum
bisa membalas semua jasa mama dan papa yang telah membesarkan aku sampai saat
ini. Buat adik, kakak ingin melihat adik sembuh, hari-hari yang indah kini
telah berganti menjadi hari yang penuh duka semenjak adik terserang leukimia.
Kakak gak bisa menahan kesedihan ini terus menerus. Entah seberapa sering
air mata ini jatuh menetes, kakak seakan gak bisa berbuat apa-apa, ingin
rasanya penyakit leukimia itu berpindah saja ke tubuh kakak asalkan adik bisa
sembuh. Kemarin kakak sudah mendonorkan sumsum tulang kakak, mudah-mudahan
dengan cara ini adik bisa sembuh, kakak mau lihat adik tersenyum lagi, jangan
buat kakak sedih lagi. Buat sahabat-sahabatku kalian adalah orang-orang yang
sudah menjadi bagian dari hidupku, dengan hadirnya kalian hidupku jadi penuh
warna, suka duka kita jalani bersama, pahit manisnya hidup pun kita rasakan
bersama, aku ingin kalian menjadi sahabat-sahabatku, sampai akhir menutup
mata tak ada kata perpisahan sampai raga ini tak bernyawa, aku sayang
kalian selamanya.
Setelah membaca surat itu Air mata pun tidak berhenti
mengalir dari sudut mata mereka, mereka tidak menyangka ini semua terjadi
begitu cepat, setelah orangtuanya membacakan surat dari Zahra, mereka pun
menangis tersedu seiring dengan turunya hujan yang menyirami bumi, seakan
langit pun bersedih melepas kepergian Zahra. Akan tetapi waktu tidak akan bisa
terulang kembali. Mereka tidak henti-hentinya meneteskan air mata seakan tidak
dapat membendung kesedihan yang teramat dalam. Begitu cepat tuhan memanggil
orang yang mereka sayangi. Zahra gadis cantik dan periang kini telah tiada, ia
pergi untuk selama-lamanya.