Selasa, 05 November 2013

Bab III Ekonomi Koperasi


Analisis Peluang Koperasi Dalam Mengatasi Kemiskinan

SRI WIDIYATI

Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Semarang
Jl.Prof.Soedarto,SH Tembalang Semarang
Kotak Pos 619/SMS Semarang 500761

                                                                        BAB III

I.                  PEMBAHASAN
Deskripsi Hasil Penelitian
Tujuan koperasi adalah meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Semakin banyak masyarakat yang menjadi anggota koperasi maka diharapkan semakin banyak orang yang semakin sejahtera dan semakin banyak anggota masyakat yang sejahtera maka semakin kecil jumlah penduduk miskin. Tingkat Anggota Koperasi Kabupaten/Kota (TAKK) dikategorikan menjadi tiga yakni rendah,sedang dan tinggi. TAKK kategori rendah yakni Kabupaten/Kota yang memiliki ratio sebesar <0,11, kategori sedang adalah Kabupaten/kota yang memiliki ratio 0,11-0,13 dan kategori tinggi adalah Kabupaten/Kota yangh memiliki ratio > 0,13. Hasil pengolahan data memperlihatkan bahwa ada 14 Kabupaten/Kota memiliki ratio TAKK sebesar < 0,13, TAKK kategori sedang( 0,11 -0,13) ada 5 Kabupaten/Kota dan TAKK kategori tinggi yakni >0,13 terdapat pada 16 Kabupaten/Kota. Kabupaten Brebesmemiliki TAKK terendah yakni 3,82 % dan TAKK tertinggi terdapat pada Kota Salatiga. Kabupaten /Kota yang memiliki TAKK kategori tinggi adalah Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Kudus, Kota Magelang, Kota Salatiga, Kota Pekalongan , Kabupaten Magelang,Kabupaten Temanggung,Kabupaten Boyolali, Kabupaten Karanganyar, KabupatenSeragen, Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Surakarta, Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Kebumen, Kabupaten Klaten dan Kabupaten Pati. Lima Kabupaten /Kota yang memiliki TAKK sedang adalah Kota Tegal, Kabupaten Rembang, kabupaten Kendal, Kabupaten Purworejo dan Kabupaten Pekalongan. TAKK rendah dimiliki oleh Kabupaten Jepara, Kota Semarang, Kabupaten Semarang, Kabupaten Tegal, Kabupaten Batang, Kabupaten Cilacap, Kabupaten Banyumas, Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Wonosobo,Kabupaten Grobogan, Kabupaten Blora, Kabupaten Demak,Kabupaten Pemalang dan Kabupaten Brebes.
Tingkat Kemiskinan Kabupaten/Kota dikategorikan menjadi tiga yakni rendah jika ratio sebesar <0.13, kategori sedang jika ratio antara 0,13-0,17 dan di atas 0.17 adalah kategori tinggi. Di Jawa Tengah terdapat 9 Kabupaten/Kota yang memiliki TKK rendah, 12 Kabupaten/Kota memiliki kategori sedang dan 14 Kabupaten /Kota dengan kategori tinggi. TKK kategori rendah meliputi Kabupaten Jepara, Kabupaten Semarang,Kota Semarang, Kota Tegal, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Kudus, Kota Magelang, Kota Salatiga, Kota Pekalongan Apabila digabungkan antara TAKK dan TKK maka terdapat 9 Kabupaten yakni Kabupaten Cilacap, Kabupaten Banyumas, Kabupaten Purbolinggo, Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Grobogan, Kabupaten Demak,Kabupaten Blora, Kabupaten Pemalang dan Kabupaten Brebes memiliki TAKK rendah dan TKK tinggi. Hubungan negatip antara TAKK rendah dan TKK tinggi ini mencerminkan bahwa minat penduduk miskin untuk bergabung kepada koperasi adalah rendah yang tercermin dari ratio TAKK < 0,11 dan konsekuensinya angka kemiskinan tinggi. Hal ini memperlihatkan bahwa pemerintah belum sepenuhnya melakukan mobilisasi penduduk untuk menjadi anggota koperasi mengingat koperasi adalah kumpulan orang dan bertujuan mensejahteraan anggota. Sebaliknya pada Kabupaten Sukoharjo. Kabupaten Kudus,Kabupaten Magelang, Kabupaten Salatiga, Kabupaten Pekalongan ratio TAKK tinggi dan TKK rendah. Pada kabupaten-kabupaten tersebut mencerminkan hubungan negatip antara TAKK dan TKK. Pada lima Kabupaten yang memilikiTAKK tinggi dan TKK rendah memperlihatkan bahwa banyak masyarakat yang menjadi anggota koperasi sehingga angka kemiskinan rendah. Hubungan positip antara TAKK tinggi dan TKK tinggi terdapat pada Kabupaten Banjarnegara,Kabupaten Kebumen ,Kabupaten Klaten dan Kabupaten Pati. Hal ini mengindikasikan jumlah penduduk miskin pada kabupaten tersebut cukup tinggi dan mereka tidak menjadi anggota koperasi atau yang menjadi anggota koperasi adalah mereka yang bukan tergolong orang miskin. Tiga Kabupaten/Kota memiliki TAKK rendah dan TKK rendah. Kabupaten tersebut meliputi Kabupaten Jepara,Kabupaten Semarang dan Kota Semarang.Keadaan tersebut menunjukan bahwa pada Kabupaten Jepara,Kabupaten Semarang dan Kota Semarang, masyarakat belumbanyak yang tertarik pada koperasi sehingga keanggotaan rendah.atau yang menjadi anggota koperasi bukanlah mereka yang tergolong miskin melainkan orang yang telah mampu, Rendahnya penduduk miskin disinyalir karena kegiatan ekonomi pada ketiga Kabupaten /Kota cukup baik sehingga banyak penduduk memiliki keadaan ekonomi yang membaik.
Untuk melihat peluang koperasi dalam pengentasan kemiskinan maka dipakai pendekatan probability. Marginal Probability adalah probability sisa yang merupakan probability kejadian di luar interaksi antara TAKK dan TKK. Probability marginal dari kategori TAKK rendah, sedang dan tinggi adalah 0,4; 0,1428 dan 0.457143. Maksudnya ,kemungkinan ditemukannya kabupaten/kota dengan TAKK rendah,sedang dan tinggi masing-masing 40 %, 14,28 % dan 45,7143 %. Probability Marginal TKK kategori rendah, sedang dan tinggi adalah 0,257143 ,0,342857 dan 0,40000. Kemungkinan ditemukan kabupaten/kota dengan TKK kategori rendah,sedang dan tinggi sebesar 25,7143 %; 34,2857 % dan 40 %. Condition Probability TKK atas TAKK (probability kejadian TKK kategori rendah,sedang,dan tinggi terkait TAKK kategori rendah) masing-masing sebesar 21,4285 %; 59,9999 % dan 64,2858 %. Condiotional probability TAKK tinggi terkait TKK rendah,sedang dan tinggi adalah 31,25 %; 43,75 % dan 25,0003 %. Joint probability merupakan interaksi kejadian antara TAKK dan TKK. Joint probability antara TKK rendah dan TKK rendah,sedang,dan tinggi masing-masing adalah 8,5714 %,2,8571 % dan 14,7143 %. Joint probabilitry tertinggi sebesar 20 % yakni interaksi antara TAKK tinggi dan TKK sedang. Peluang Kabupaten/Kota dengan TAKK tinggi dan TKK rendah sebesar 14,7143 %. Dari 35 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah ternyata hanya 5 Kabupaten /Kota kemungkinan dalam posisi baik di mana koperasi dapat mendukung berkurangnya penduduk miskin. Data selengkapnya pada tabel 2

Tabel 2. Matriks Distribusi Kabupaten /Kota di Jawa Tengah 2011 Atas Dasar TAKK dan TKK
beserta peluangnya

Tingkat Kemiskinan Kabupaten/Kota (TKK)

Rendah
Sedang
Tinggi
Total Prob
Tingkat Keanggotaan koperasi Kabupaten atauKota (TAKK)
Rendah
Kab. Jepara
Kab. Semarang
Kota semarang
Kab.tegal
Kab. Batang
Kab. Cilacap
Kab. Banyumas
Kab. Purbalingga
Kab. Wonosobo
Kab. Grobongan
Kab. Blora
Kab. Demak
Kab. Pemalang
Kab. brebes


Probability
0,085714
0,057143
0,025743
0,40000
TAKK
Sedang
Kota tegal
Kab. Rembang
Kab. Kendal
Kab. Purworjo
Kab. Pekalongan


Probability
0.028571
0,085714
0,028571
0,142857

Tinggi
Kab.Sukoharjo
Kab.Kudus
Kota Magelang
Kota Salatiga KotaPekalongan
Kab.Magelang
Kab.Temanggung
Kab.Boyolali
Kab.Karanganyar Kab.Seragen Kab.Wonogiri Kota Surakarta
Kab.Banjarnegara
Kab.Kudus
Kab.Kebumen Kota Magelang
Kab.Klaten
Kab.Pati

TAKK
Probability
0,142857
0,200000
0,114287
0,457143

Total probability
0,257143
0,342857
0,400000
1,000000

Kemiskinan merupakan persoalan yang kompleks dan memiliki wujud yang majemuk seperti rendahnya tingkat pendapatan dan sumber daya produktip untuk kelangsungan hidup, rendahnya tingkat kesehatan, maupun rendahnya aksesibilitas (Izzedin Bakhit et all 2001). Aksesbilitas dalam hal ini berarti kemampuan seseorang atau kelompok orang dalam masyarakat untuk mencapai atau mendapatkan sesuatu yang sebenarnya merupakan kebutuhan dasarnya dan seharusnya menjadi haknya sebagai warga negara. Orang yang miskin mempunyai aksesbilitas yang rendah dan terbatas terhadap berbagai kebutuhan hidup. Akses-akses yang tidak bisa didapat masyarakat miskin antara lain akses untuk mendapatkan makanan yang layak, akses untuk mendapatkan sandang,papan yang layak, akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dan pendidikan (Novianto Dwi Wibowo 2003). Untuk mengatasi kemiskinan, maka orang miskin dapat bergabung dan bekerja sama
untuk kepentingan bersama. Koperasi merupakan media untuk mengubah kondisi ekonomi anggota. Koperasi sebagai badan usaha yang beranggotakan orang seoarang atau badan hukum koperasi dalam kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi seperti tertuang pada UU RI no.25 tahun 1992. Sebagai bentuk perusahaan yang unik berbeda dengan bentuk badan perusahaan lainnya maka koperasi tidak mengejar keuntungan tetapi memiliki peran melayani anggotanya. Keberhasilan koperasi akan diukur dari kemampuan koperasi memperbaiki kondisi ekonomi anggotanya. Hasil penelitian memperlihatkan beberapa Kabupaten/Kota yaitu Kabupaten Sukoharjo. kabupaten Kudus,Kabupaten Magelang, Kabupaten Salatiga, Kabupaten Pekalongan memiliki ratio TAKK tinggi dan TKK rendah . Nilai peluang sebesar 0,142857 menunjukan bahwa peluang koperasi dalam mengatasi kemiskinan di Jawa Tengah masih rendah. Dengan demikian koperasi belum sepenuhnya menjadi wadah ekonomi rakyat dan soko guru ekonomi Jawa Tengah. Padahal koperasi adalah kumpulan orang, modal sosial dan bukan modal yang bertujuan untuk mensejahterakan anggotanya. Rendahnya peluang koperasi dalam mengatasi kemiskinan tidak terlepas adanya dualisme organisasi koperasi sebagai organisasi perusahaan yang yang social motip sehingga dapat menimbulkan intreprestasi yang bayes terhadap implementasi koperasi.Banyak koperasi yang lebih mementingkan pemilik modal dibanding anggotanya.

Di samping itu ada faktor intern yang berperan terhadap kecilnya peluang koperasi dalam pengentasan kemiskinan. Faktor intern yang sering muncul pada koperasi adalah manajemen pengelolaan koperasi yang kurang baik sehingga banyak koperasi yang tumbuh kemudian menjadi pasip dan seringkali koperasi tidak menjalankan sesuai dengan fungsinya atau kegiatan usaha menyimpang dari kepentingan anggotanya. Kesalahan dalam pengelolaan koperasi seringkali disebabkan oleh rendahnya kompetensi ,mental serta dedikasi pengurus yang kurang baik. Pengawasan koperasi menjadi tidak optimal , pengurus yang tidak jujur sehingga anggota menjadi koperasi.Banyak kasus di media massa tentang penggelapan uang nasabah terutama pada koperasi simpan pinjam (seperti Koperasi Langit Biru) yang dapat mengakibatkan krisis kepercayaan pada koperasi. Citra koperasi yang kurang baik di masyarakat menjadikan masyarakat enggan untuk menjadi koperasi. Peran anggota juga menentukan maju mundurnya koperasi. Seringkali para anggota kurang memahami kewajiban sebagai anggota. Ropke (2003) mengungkapkan bahwa ”Tanpa partisipasi anggota, kemungkinan atas rendah atau menurunnya efisiensi dan efektivitas anggota dalam rangka mencapai kinerja koperasi, akan lebih besar”.Partisipasi anggota terdiri dari beberapa bentuk, yaitu : partisipasi dalam kegiatan usaha koperasi (transaksi jual beli/simpan pinjam dengan koperasi), partisipasi dalam pemupukan modal (kesadaran anggota dalam memenuhi kewajiban-kewajibannya, yaitu membayar simpanan pokok, simpanan wajib, dan simpanan sukarela), partisipasi dalam pengambilan keputusan (mengikuti rapat-rapat anggota) dan partisipasi pengawasan (anggota seharusnya dapat berperan sebagai detektor yang mampu secara jeli menyidiki berbagai kemungkinan adanya manipulasi dan kolusi dalam koperasi). Upaya membangun koperasi harus didasari mental yang baik dari jajaran gerakan koperasi. Anggota koperasi memiliki posisi sentral dalam organisasi koperasi.Hanya dengan anggota loyal dan disiplin, serta pengelola jujur dan profesinal, koperasi bisa dijamin maju. Di sisi ektern, tampaknya pemerintah pada era liberalisasi perdagangan dan upaya untuk mengejar angka pertumbuhan ekonomi cenderung memperhatikan usaha-usaha yang besar (korporasi) karena melalui badan usaha tersebut pemerintah dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Kondisi ini mermperlihatkan bahwa perhatian pemerintah terhadap koperasi belum optimal.

II. PENUTUP
Peluang koperasi Di Jawa Tengah dalam pengetasan kermiskinan masih sangat rendah. Hal ini tak lepas dari ambivaelensi koperasi sebagai organisasi usaha yang profit motip serta sebagai organisasi yang social motip yang menimbulkan intrepresi yang bias dalam implementasi. Faktor internal seperti kualitas pengurus yang belum kompeten serta anggota yang belum sepenuhnya mengetahui kewajibannya merupakan faktor pendukung rendahnya peluang koperasi dalam mengatasi kemiskinan.Di samping itu, kurangnya perhatian pemerintah terhadap koperasi menjadikan peluang koperasi untuk berkembang sangat rendah.

SUMBER

http://akuntansipolines.org/Keunis/V1N1T2012/Wiwid_%20Keunis.pdf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar