Analisis Peluang Koperasi Dalam Mengatasi Kemiskinan
SRI WIDIYATI
Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri
Semarang
Jl.Prof.Soedarto,SH Tembalang
Semarang
Kotak Pos 619/SMS Semarang 500761
BAB III
I.
PEMBAHASAN
Deskripsi Hasil Penelitian
Tujuan koperasi adalah meningkatkan
kesejahteraan anggotanya. Semakin banyak masyarakat yang menjadi anggota
koperasi maka diharapkan semakin banyak orang yang semakin sejahtera dan
semakin banyak anggota masyakat yang sejahtera maka semakin kecil jumlah
penduduk miskin. Tingkat Anggota Koperasi Kabupaten/Kota (TAKK) dikategorikan
menjadi tiga yakni rendah,sedang dan tinggi. TAKK kategori rendah yakni
Kabupaten/Kota yang memiliki ratio sebesar <0,11, kategori sedang adalah
Kabupaten/kota yang memiliki ratio 0,11-0,13 dan kategori tinggi adalah
Kabupaten/Kota yangh memiliki ratio > 0,13. Hasil pengolahan data
memperlihatkan bahwa ada 14 Kabupaten/Kota memiliki ratio TAKK sebesar <
0,13, TAKK kategori sedang( 0,11 -0,13) ada 5 Kabupaten/Kota dan TAKK kategori
tinggi yakni >0,13 terdapat pada 16 Kabupaten/Kota. Kabupaten Brebesmemiliki
TAKK terendah yakni 3,82 % dan TAKK tertinggi terdapat pada Kota Salatiga.
Kabupaten /Kota yang memiliki TAKK kategori tinggi adalah Kabupaten Sukoharjo,
Kabupaten Kudus, Kota Magelang, Kota Salatiga, Kota Pekalongan , Kabupaten
Magelang,Kabupaten Temanggung,Kabupaten Boyolali, Kabupaten Karanganyar,
KabupatenSeragen, Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Surakarta, Kabupaten
Banjarnegara, Kabupaten Kebumen, Kabupaten Klaten dan Kabupaten Pati. Lima
Kabupaten /Kota yang memiliki TAKK sedang adalah Kota Tegal, Kabupaten Rembang,
kabupaten Kendal, Kabupaten Purworejo dan Kabupaten Pekalongan. TAKK rendah
dimiliki oleh Kabupaten Jepara, Kota Semarang, Kabupaten Semarang, Kabupaten
Tegal, Kabupaten Batang, Kabupaten Cilacap, Kabupaten Banyumas, Kabupaten
Purbalingga, Kabupaten Wonosobo,Kabupaten Grobogan, Kabupaten Blora, Kabupaten
Demak,Kabupaten Pemalang dan Kabupaten Brebes.
Tingkat Kemiskinan Kabupaten/Kota
dikategorikan menjadi tiga yakni rendah jika ratio sebesar <0.13, kategori
sedang jika ratio antara 0,13-0,17 dan di atas 0.17 adalah kategori tinggi. Di
Jawa Tengah terdapat 9 Kabupaten/Kota yang memiliki TKK rendah, 12
Kabupaten/Kota memiliki kategori sedang dan 14 Kabupaten /Kota dengan kategori
tinggi. TKK kategori rendah meliputi Kabupaten Jepara, Kabupaten Semarang,Kota
Semarang, Kota Tegal, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Kudus, Kota Magelang, Kota
Salatiga, Kota Pekalongan Apabila digabungkan antara TAKK dan TKK maka terdapat
9 Kabupaten yakni Kabupaten Cilacap, Kabupaten Banyumas, Kabupaten Purbolinggo,
Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Grobogan, Kabupaten Demak,Kabupaten Blora,
Kabupaten Pemalang dan Kabupaten Brebes memiliki TAKK rendah dan TKK tinggi.
Hubungan negatip antara TAKK rendah dan TKK tinggi ini mencerminkan bahwa minat
penduduk miskin untuk bergabung kepada koperasi adalah rendah yang tercermin
dari ratio TAKK < 0,11 dan konsekuensinya angka kemiskinan tinggi. Hal ini
memperlihatkan bahwa pemerintah belum sepenuhnya melakukan mobilisasi penduduk
untuk menjadi anggota koperasi mengingat koperasi adalah kumpulan orang dan
bertujuan mensejahteraan anggota. Sebaliknya pada Kabupaten Sukoharjo.
Kabupaten Kudus,Kabupaten Magelang, Kabupaten Salatiga, Kabupaten Pekalongan
ratio TAKK tinggi dan TKK rendah. Pada kabupaten-kabupaten tersebut
mencerminkan hubungan negatip antara TAKK dan TKK. Pada lima Kabupaten yang
memilikiTAKK tinggi dan TKK rendah memperlihatkan bahwa banyak masyarakat yang
menjadi anggota koperasi sehingga angka kemiskinan rendah. Hubungan positip
antara TAKK tinggi dan TKK tinggi terdapat pada Kabupaten
Banjarnegara,Kabupaten Kebumen ,Kabupaten Klaten dan Kabupaten Pati. Hal ini
mengindikasikan jumlah penduduk miskin pada kabupaten tersebut cukup tinggi dan
mereka tidak menjadi anggota koperasi atau yang menjadi anggota koperasi adalah
mereka yang bukan tergolong orang miskin. Tiga Kabupaten/Kota memiliki TAKK
rendah dan TKK rendah. Kabupaten tersebut meliputi Kabupaten Jepara,Kabupaten
Semarang dan Kota Semarang.Keadaan tersebut menunjukan bahwa pada Kabupaten
Jepara,Kabupaten Semarang dan Kota Semarang, masyarakat belumbanyak yang
tertarik pada koperasi sehingga keanggotaan rendah.atau yang menjadi anggota
koperasi bukanlah mereka yang tergolong miskin melainkan orang yang telah
mampu, Rendahnya penduduk miskin disinyalir karena kegiatan ekonomi pada ketiga
Kabupaten /Kota cukup baik sehingga banyak penduduk memiliki keadaan ekonomi
yang membaik.
Untuk melihat peluang koperasi dalam
pengentasan kemiskinan maka dipakai pendekatan probability. Marginal
Probability adalah probability sisa yang merupakan probability kejadian di luar
interaksi antara TAKK dan TKK. Probability marginal dari kategori TAKK rendah,
sedang dan tinggi adalah 0,4; 0,1428 dan 0.457143. Maksudnya ,kemungkinan
ditemukannya kabupaten/kota dengan TAKK rendah,sedang dan tinggi masing-masing
40 %, 14,28 % dan 45,7143 %. Probability Marginal TKK kategori rendah, sedang
dan tinggi adalah 0,257143 ,0,342857 dan 0,40000. Kemungkinan ditemukan
kabupaten/kota dengan TKK kategori rendah,sedang dan tinggi sebesar 25,7143 %;
34,2857 % dan 40 %. Condition Probability TKK atas TAKK (probability kejadian
TKK kategori rendah,sedang,dan tinggi terkait TAKK kategori rendah)
masing-masing sebesar 21,4285 %; 59,9999 % dan 64,2858 %. Condiotional
probability TAKK tinggi terkait TKK rendah,sedang dan tinggi adalah 31,25 %;
43,75 % dan 25,0003 %. Joint probability merupakan interaksi kejadian antara
TAKK dan TKK. Joint probability antara TKK rendah dan TKK rendah,sedang,dan
tinggi masing-masing adalah 8,5714 %,2,8571 % dan 14,7143 %. Joint probabilitry
tertinggi sebesar 20 % yakni interaksi antara TAKK tinggi dan TKK sedang.
Peluang Kabupaten/Kota dengan TAKK tinggi dan TKK rendah sebesar 14,7143 %.
Dari 35 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah ternyata hanya 5 Kabupaten /Kota
kemungkinan dalam posisi baik di mana koperasi dapat mendukung berkurangnya
penduduk miskin. Data selengkapnya pada tabel 2
Tabel 2. Matriks Distribusi
Kabupaten /Kota di Jawa Tengah 2011 Atas Dasar TAKK dan TKK
beserta peluangnya
Tingkat Kemiskinan Kabupaten/Kota
(TKK)
|
|||||
Rendah
|
Sedang
|
Tinggi
|
Total Prob
|
||
Tingkat Keanggotaan koperasi
Kabupaten atauKota (TAKK)
|
Rendah
|
Kab. Jepara
Kab. Semarang
Kota semarang
|
Kab.tegal
Kab. Batang
|
Kab. Cilacap
Kab. Banyumas
Kab. Purbalingga
Kab. Wonosobo
Kab. Grobongan
Kab. Blora
Kab. Demak
Kab. Pemalang
Kab. brebes
|
|
Probability
|
0,085714
|
0,057143
|
0,025743
|
0,40000
|
|
TAKK
|
Sedang
|
Kota tegal
|
Kab. Rembang
Kab. Kendal
Kab. Purworjo
|
Kab. Pekalongan
|
|
Probability
|
0.028571
|
0,085714
|
0,028571
|
0,142857
|
|
Tinggi
|
Kab.Sukoharjo
Kab.Kudus
Kota Magelang
Kota Salatiga KotaPekalongan
|
Kab.Magelang
Kab.Temanggung
Kab.Boyolali
Kab.Karanganyar Kab.Seragen
Kab.Wonogiri Kota Surakarta
|
Kab.Banjarnegara
Kab.Kudus
Kab.Kebumen Kota Magelang
Kab.Klaten
Kab.Pati
|
||
TAKK
|
Probability
|
0,142857
|
0,200000
|
0,114287
|
0,457143
|
Total probability
|
0,257143
|
0,342857
|
0,400000
|
1,000000
|
Kemiskinan merupakan persoalan yang
kompleks dan memiliki wujud yang majemuk seperti rendahnya tingkat pendapatan
dan sumber daya produktip untuk kelangsungan hidup, rendahnya tingkat
kesehatan, maupun rendahnya aksesibilitas (Izzedin Bakhit et all 2001).
Aksesbilitas dalam hal ini berarti kemampuan seseorang atau kelompok orang
dalam masyarakat untuk mencapai atau mendapatkan sesuatu yang sebenarnya
merupakan kebutuhan dasarnya dan seharusnya menjadi haknya sebagai warga
negara. Orang yang miskin mempunyai aksesbilitas yang rendah dan terbatas
terhadap berbagai kebutuhan hidup. Akses-akses yang tidak bisa didapat
masyarakat miskin antara lain akses untuk mendapatkan makanan yang layak, akses
untuk mendapatkan sandang,papan yang layak, akses untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan dan pendidikan (Novianto Dwi Wibowo 2003). Untuk mengatasi
kemiskinan, maka orang miskin dapat bergabung dan bekerja sama
untuk kepentingan bersama. Koperasi merupakan media
untuk mengubah kondisi ekonomi anggota. Koperasi sebagai badan usaha yang
beranggotakan orang seoarang atau badan hukum koperasi dalam kegiatannya
berdasarkan prinsip koperasi seperti tertuang pada UU RI no.25 tahun 1992.
Sebagai bentuk perusahaan yang unik berbeda dengan bentuk badan perusahaan
lainnya maka koperasi tidak mengejar keuntungan tetapi memiliki peran melayani
anggotanya. Keberhasilan koperasi akan diukur dari kemampuan koperasi
memperbaiki kondisi ekonomi anggotanya. Hasil penelitian memperlihatkan
beberapa Kabupaten/Kota yaitu Kabupaten Sukoharjo. kabupaten Kudus,Kabupaten
Magelang, Kabupaten Salatiga, Kabupaten Pekalongan memiliki ratio TAKK tinggi
dan TKK rendah . Nilai peluang sebesar 0,142857 menunjukan bahwa peluang koperasi
dalam mengatasi kemiskinan di Jawa Tengah masih rendah. Dengan demikian
koperasi belum sepenuhnya menjadi wadah ekonomi rakyat dan soko guru ekonomi
Jawa Tengah. Padahal koperasi adalah kumpulan orang, modal sosial dan bukan
modal yang bertujuan untuk mensejahterakan anggotanya. Rendahnya peluang
koperasi dalam mengatasi kemiskinan tidak terlepas adanya dualisme organisasi
koperasi sebagai organisasi perusahaan yang yang social motip sehingga dapat
menimbulkan intreprestasi yang bayes terhadap implementasi koperasi.Banyak
koperasi yang lebih mementingkan pemilik modal dibanding anggotanya.
Di samping itu ada faktor intern yang berperan
terhadap kecilnya peluang koperasi dalam pengentasan kemiskinan. Faktor intern
yang sering muncul pada koperasi adalah manajemen pengelolaan koperasi yang
kurang baik sehingga banyak koperasi yang tumbuh kemudian menjadi pasip dan
seringkali koperasi tidak menjalankan sesuai dengan fungsinya atau kegiatan
usaha menyimpang dari kepentingan anggotanya. Kesalahan dalam pengelolaan
koperasi seringkali disebabkan oleh rendahnya kompetensi ,mental serta dedikasi
pengurus yang kurang baik. Pengawasan koperasi menjadi tidak optimal , pengurus
yang tidak jujur sehingga anggota menjadi koperasi.Banyak kasus di media massa
tentang penggelapan uang nasabah terutama pada koperasi simpan pinjam (seperti
Koperasi Langit Biru) yang dapat mengakibatkan krisis kepercayaan pada
koperasi. Citra koperasi yang kurang baik di masyarakat menjadikan masyarakat
enggan untuk menjadi koperasi. Peran anggota juga menentukan maju mundurnya
koperasi. Seringkali para anggota kurang memahami kewajiban sebagai anggota.
Ropke (2003) mengungkapkan bahwa ”Tanpa partisipasi anggota, kemungkinan atas
rendah atau menurunnya efisiensi dan efektivitas anggota dalam rangka mencapai
kinerja koperasi, akan lebih besar”.Partisipasi anggota terdiri dari beberapa
bentuk, yaitu : partisipasi dalam kegiatan usaha koperasi (transaksi jual
beli/simpan pinjam dengan koperasi), partisipasi dalam pemupukan modal
(kesadaran anggota dalam memenuhi kewajiban-kewajibannya, yaitu membayar
simpanan pokok, simpanan wajib, dan simpanan sukarela), partisipasi dalam
pengambilan keputusan (mengikuti rapat-rapat anggota) dan partisipasi pengawasan
(anggota seharusnya dapat berperan sebagai detektor yang mampu secara jeli
menyidiki berbagai kemungkinan adanya manipulasi dan kolusi dalam koperasi).
Upaya membangun koperasi harus didasari mental yang baik dari jajaran gerakan
koperasi. Anggota koperasi memiliki posisi sentral dalam organisasi
koperasi.Hanya dengan anggota loyal dan disiplin, serta pengelola jujur dan
profesinal, koperasi bisa dijamin maju. Di sisi ektern, tampaknya pemerintah
pada era liberalisasi perdagangan dan upaya untuk mengejar angka pertumbuhan
ekonomi cenderung memperhatikan usaha-usaha yang besar (korporasi) karena
melalui badan usaha tersebut pemerintah dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Kondisi ini mermperlihatkan bahwa perhatian pemerintah terhadap koperasi belum
optimal.
II. PENUTUP
Peluang koperasi Di Jawa Tengah dalam pengetasan
kermiskinan masih sangat rendah. Hal ini tak lepas dari ambivaelensi koperasi
sebagai organisasi usaha yang profit motip serta sebagai organisasi yang social
motip yang menimbulkan intrepresi yang bias dalam implementasi. Faktor internal
seperti kualitas pengurus yang belum kompeten serta anggota yang belum
sepenuhnya mengetahui kewajibannya merupakan faktor pendukung rendahnya peluang
koperasi dalam mengatasi kemiskinan.Di samping itu, kurangnya perhatian
pemerintah terhadap koperasi menjadikan peluang koperasi untuk berkembang
sangat rendah.
SUMBER
Tidak ada komentar:
Posting Komentar