Minggu, 03 November 2013

Analisis Peluang Koperasi Dalam Mengatasi Kemiskinan


Analisis Peluang Koperasi Dalam Mengatasi Kemiskinan





Kelompok :      Gita Puspita Sari (23212184)
                                  Lia Khoirunnisa (24212187)



Analisis Peluang Koperasi Dalam Mengatasi Kemiskinan

SRI WIDIYATI

Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Semarang
Jl.Prof.Soedarto,SH Tembalang Semarang
Kotak Pos 619/SMS Semarang 500761

BAB I
ABSTRAK

Fungsi dari koperasi adalah meningkatkan kesejahteraan anggota. Semakin banyak anggota koperasi maka semakin banyak kesempatan anggota koperasi merasakan kesejahteraan maka dampak selanjutnya semakin kecil tingkat kemiskinan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sebeserapa besar peluang koperasi dalam pengentasan kemiskinan. Data yang dibutuhkan meliputi data penduduk, data penduduk,miskin serta data anggota koperasi pada 35 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah. Analisis data menggunakan pendekatan probability. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa peluang koperasi untuk mengentasan kemiskinan sebesar 14,286 %. Hal ini menunjukan bahwa peluang koperasi untuk mengatasi
kemiskinan masih rendah.
Katakunci : koperasi, kesejahteraan,kemiskinan, probability

PENDAHULUAN

Berdasarkan pasal 33 UUD 1945 secara eksplisit Koperasi merupakan bangun perusahaan yang sesuai dengan perekonomian Indonesia. Koperasi adalah badan usaha yang beranggotaan orang seorang atau badan usaha yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Koperasi bukanlah kumpulan modal tetapi kumpulan “orang”.Homosocius adalah mahluk sosial yang menjaga kerukunan antar sesama dan bekerja untuk kepentingan bersama. Sesuai dengan pengertian tersebut maka koperasi lebih menekankan pada paham kooperativisme (coorperation based) yang akan membentuk kekuatan yang berlipat ganda,bersinergi dalam rangka mencapai efisiensi (Sri Edi Swasono 2012 ). Keunikan koperasi dibanding bentuk perusahaan yang lain yakni koperasi sebagai kumpulan modal sosial tidak mengejar keuntungan tetapi diberi mandat untuk melayani anggotanya. Pemberdayaan masyarakat miskin melalui koperasi akan menggerakan roda perekonomian sehingga rantai kemiskinan dapat terputus. Menurut Subiyakto Tjakrawardaya (www.damandiri.or.id./detail) peran koperasi Indonesia merupakan agen pembangunan untuk pengentasan kemiskinan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu keberhasilan koperasi terletak pada perbaikan kondisi ekonomi para anggotanya. Kemiskinan merupakan program nasional yang sampai saat ini belum teratasi sepenuhnya.
Program pemberantasan kemiskinan dilakukan oleh lintas kementerian dan dikoordinatori oleh Kementerian Koordinator bidang Kesejahteraan Masyarakat. Target kebijakan berdasarkan klaster. Klaster-1 merupakan kelompok rumah tangga kategori sangat miskin, miskin dan hampir miskin. Klaster-2 merupakan kelompok masyarakat miskin yang berpotensi mandiri jika diberi bantuan. Klaster-3 adalah kelompok masyarakat miskin tetapi sudah bisa mandiri dan mengembangkan diri dalam bisnis dan menciptakan lapangan pekerjaan. Kelompok ini merupakan kelompok teratas di atas garis kemiskinan. Pada umumnya,klaster-3 mencakup masyarakat yang tergabung dalam koperasi serta dalam usaha mikro,kecil dan menengah. Kementerian Koperasi dan UKM menguncurkan dana pemberantasan kemiskinan dengan sasaran UMKM khususnya pengusaha mikro yang jumlahnya sangat banyak dan lemah dalam segala hal.
Hanya sekitar 12 % penduduk Indonesia adalah anggota koperasi, Sebagian besar koperasi di Indonesia dalam bentuk koperasi simpan pinjam. Sejarahnya perkoperasian di Indonesia sudah dikenal pada masa peralihan abad 19-20 an. Setelah proklamasi peranan koperasi dipaterikan dalam konstitusi sehingga memiliki posisi politis strategis, kemudian pada tahun 1947 gerakan koperasi menyatukan diri dalam wadah gerakan koperasi, yang saat ini bernama Dekopin. Dukungan politis dari negara dan wadah tunggal gerakan koperasi, seharusnya koperasi Indonesia sudah bisa mapan sebagai lembaga ekonomi dan sosial yang kuat dan sehat. Tetapi kenyataan menunjukkan, koperasi yang dengan landasan konstitusi pernah didambakan sebagai “soko guru perekonomian nasional” itu, saat ini tidak mengalami perkembangan yang berarti, sehingga amat jauh ketinggalan dari koperasi-koperasi di negara-negara lain, termasuk koperasi di negara sedang berkembang. Demikianlah pada masa “orde lama” koperasi menjadi “alat politik” pemerintah dan partai dalam rangka nasakomisasi, pada masa ”orde baru” koperasi menjadi “alat dan bagian integral dari pembangunan perekonomian nasional” yang dilimpahi dengan bermacam fasilitas. koperasi Indonesia di era globalisasi ini pada umumnya memiliki tiga tantangan yaitu Tantangan pertama, memperbaiki citranya sebagai kumpulan golongan ekonomi lemah pemburu fasilitas. Kedua, kontribusinya yang meskipun secara sosial cukup tinggi, namun secara nominal masih sangat rendah dalam perekonomian nasional dibandingkan dengan badan usaha swasta. Ketiga, semakin rendahnya kesadaran masyarakat untuk bergotong-royong melalui koperasi seiring dengan meningkatnya modernitas dan individualisme.  
Jawa Tengah sebagai bagian pemerintah Indonesia sangat mendukung kominten pemerintah untuk mnelaksanakan program dan kegiatan untuk mencapai tujuan Millenium Development Goals (MDGs). Tujuan MDGs adalah upaya untuk memenuhi hak dasar kebutuhan manusia diantaranya penanggulangan kemiskinan dan kelaparan. Arah kebijakan pokok penanggulangan kemiskinan di Jawa Tengah dilaksanakan melalui program pro-poor,pro-job dan pro-growth yang berorientasi pada pemerataan pendapatan dan pengurangan beban pengeluaran penduduk miskin. Kondisi kemiskinan di Jawa Tengah tercermin dari penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan sebesar 5,256 juta orang atau 16,21 % pada bulan September 2011. Angka tersebut mengalami kenaikan sebesar 148,6 ribu orang jika dibanding penduduk miskin pada bulan Maret 2011 yang berjumlah 5.107 ribu orang atau 15,76 %. Penduduk miskin di perkotaan sebesar 14,67 % sementara di pedesaan sebanyak 17,50 %. Garis kemiskina di Jawa Tengah sebesar Rp.217.440,- per kapita per bulan dan sebesar 73,02 % untuk konsumsi makanan dan sisanya untuk konsumsi bukan makanan. Dilihat dari indeks kedalaman kemiskinan (P1), untuk daerah perkotaan sebesar 2,568 sedangkan di pedesaan mencapai 2,589. Hal ini menunjukan bahwa di pedesaan rata-rata pengeluaran penduduk miskin lebih jauh dari Garis Kemiskinan dibanding di kota.Nilai indeks keparahan kemiskinan (P2) untuk daerah perkotaan sebesar 0,725 dan pedesaan 0,606.Angka ini memperlihatkan bahwa ketimpangan pengeluaran penduduk miskin di kota lebih tinggi daripada di desa ( Berita Resmi Statistik 2 Januari 2012). Potensi koperasi di Jawa Tengah tidak hanya tampak pada jumlah koperasi tetapi juga pada jumlah anggota ,modal maupun volume usaha. Secara kuantitatip, jumlah koperasi di Jawa Tengah mengalami kenaikan sebesar 3,62 % dari tahun 2010 ke tahun 2011. Kenaikan jumlah koperasi diikuti kenaikan jumlah anggota koperasi maupun penyerapan tenaga kereja. Anggota kopersi meningkat sebesr 14,97 % sementara modal dan volume usaha masing-masing meningkat sebesar 57,95 % dan 153,27 % ( Dinas Koperasi dan UMKM 2011).Semakin banyak masyarakat yang bergabung menjadi anggota koperasi diharapkan semakin banyak kesempatan para anggota koperasi untuk memperbaiki kondisi sosial ekonomi. Semakin banyak anggota koperasi yang membaik kondisi sosial ekonomi atau semakin sejahtera maka penduduk miskin akan semakin berkurang. Oleh karena itu terdapat hubungan negatip antara ratio anggota koperasi dan ratio penduduk miskin. Dari paparan di atas, terlihat kinerja koperasi di Jawa Tengah meningkat dilihat dari sisi jumlah koperasi, anggota , modal maupun volume. Keanggotaan koperasi meningkat sebesar 14,97 % dan di sisi lain angka kemiskinan menurun hanya 1,16 % dari tahun 2010 ke 2011. Persentase kenaikan anggota koperasi belum diikuti dengan persentase penurunan signifikan penduduk miskin. Di sisi lain jumlah penduduk miskin di Jawa Tengah 2011 sebanyak 5,256 juta orang dan target yang ingin dicapai adalah 4,32 juta orang. Hal ini yang mendasari penelitian seberapa besar peluang koperasi dalam pengentasan kemiskinan ?
                                                                       
BAB II
METODA

Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini meliputi data jumlah anggota koperasi, jumlah penduduk dan jumlah penduduk miskin dari 35 Kabupaten /Kota di Jawa Tengah pada tahun 2011. Data yang diambil merupakan data cross section dan pengambilan data secara dokumentari. Variabel yang digunakan dalam penelitian adalah tingkat keanggotaan koperasi dan tingkat kemiskinan.Tingkat keanggotaan koperasi Kabupaten /Kota (TAKK) merupakan ratio antara jumlah anggota koperasi dibanding jumlah penduduk pada Kabupaten /Kota di Jawa Tengah. Sedangka Tingkat Kemiskinan Kabupaten/Kota (TKK) merupakan ratio antara jumlah penduduk miskin dibanding jumlah penduduk pada  Kabupaten /Kota di Jawa Tengah. Menurut Jonny W.Situmorang dan Saudin Sijabat (2011 ) ada tiga kategori TAKK dan TKK yaitu rendah, sedang dan tinggi. TAKK rendah, sedang dan tinggi apabila nilai TAKK < 0,11; TAKK 0,11-0,13 dan TAKK > 0,13. TKK rendah jika nilai TKK < 0,13, TKK sedang jika nilai TKK 0,13-0,17 dan TKK tinggi jika TKK >0.17.

Teknik analisis data yang digunakan adalah metode probabilita. Menghitung probablitas kejadian A atau B adalah sebagai berikut (Jonny W.Situmorang dan Saudin Sijabat 2011) sebagai berikut :
P(A atau B) = P(A) + P(B) -P(Adan B) di mana A = TAKK dan B= TKK P(A atau B) adalah probabilita kejadian A atau B atau keduanya. P(A) adalah probabilitas kejadian A dan P (B) adalah probabilita kejadian B. Jika A dan B masing-masing memiliki tiga kategori yakni rendah,sedang dan tinggi maka interaksi yang terjadi sebagai berikut :
Tabel 1
                                         Kejadian B     Hasil
Kejadian A                     R(B1)    S(B2)   T(B3)
R(A1)  A1B1  A1B2  A1B3   A1Bj                              
             S(A2)   A2B1  A2B2  A2B3   A2Bj
T(A3)   A3B1  A3B2  A3B3   A3Bj                                                   
Total    AiB1   AiB2    AiB3   1,00 
Keterangan : A= TAKK  B= TKK  R = Rendah   S = Sedang  T= Tinggi

Joint Probability {P(AiBj)}yakni probabilitas interseksi antar kejadian adalah :
{P(AiBj)}= P(Ai . Bj).
Marginal Probability yakni probabilitas setiap kategori kejadian A dan kejadian B karena lokasinya di luar tabel.
Probabilitas kejadian B1{P(total B1)} dan A1{P(total A1)} adalah :
P(total B1) = . AiB1 dan P(total A1) = .A1Bj.
Hal ini berlaku bagi kategori A2 dan A3 serta B2 dan B3.

Untuk mengetahui Conditional Probability yakni probabilitas kejadian A terkait dengan B atau P(A.B), dan kejadian B terkait dengan A atau P(B.A ). Rumus Conditional Probability kejadian A terkait kejadian B atau sebaliknya adalah :
P( A.B) = P (A . B)/P(B) dan P(B.A) = P(B. A)/P(A).

                                                                        BAB III
PEMBAHASAN
Deskripsi Hasil Penelitian
Tujuan koperasi adalah meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Semakin banyak masyarakat yang menjadi anggota koperasi maka diharapkan semakin banyak orang yang semakin sejahtera dan semakin banyak anggota masyakat yang sejahtera maka semakin kecil jumlah penduduk miskin. Tingkat Anggota Koperasi Kabupaten/Kota (TAKK) dikategorikan menjadi tiga yakni rendah,sedang dan tinggi. TAKK kategori rendah yakni Kabupaten/Kota yang memiliki ratio sebesar <0,11, kategori sedang adalah Kabupaten/kota yang memiliki ratio 0,11-0,13 dan kategori tinggi adalah Kabupaten/Kota yangh memiliki ratio > 0,13. Hasil pengolahan data memperlihatkan bahwa ada 14 Kabupaten/Kota memiliki ratio TAKK sebesar < 0,13, TAKK kategori sedang( 0,11 -0,13) ada 5 Kabupaten/Kota dan TAKK kategori tinggi yakni >0,13 terdapat pada 16 Kabupaten/Kota. Kabupaten Brebesmemiliki TAKK terendah yakni 3,82 % dan TAKK tertinggi terdapat pada Kota Salatiga. Kabupaten /Kota yang memiliki TAKK kategori tinggi adalah Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Kudus, Kota Magelang, Kota Salatiga, Kota Pekalongan , Kabupaten Magelang,Kabupaten Temanggung,Kabupaten Boyolali, Kabupaten Karanganyar, KabupatenSeragen, Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Surakarta, Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Kebumen, Kabupaten Klaten dan Kabupaten Pati. Lima Kabupaten /Kota yang memiliki TAKK sedang adalah Kota Tegal, Kabupaten Rembang, kabupaten Kendal, Kabupaten Purworejo dan Kabupaten Pekalongan. TAKK rendah dimiliki oleh Kabupaten Jepara, Kota Semarang, Kabupaten Semarang, Kabupaten Tegal, Kabupaten Batang, Kabupaten Cilacap, Kabupaten Banyumas, Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Wonosobo,Kabupaten Grobogan, Kabupaten Blora, Kabupaten Demak,Kabupaten Pemalang dan Kabupaten Brebes.
Tingkat Kemiskinan Kabupaten/Kota dikategorikan menjadi tiga yakni rendah jika ratio sebesar <0.13, kategori sedang jika ratio antara 0,13-0,17 dan di atas 0.17 adalah kategori tinggi. Di Jawa Tengah terdapat 9 Kabupaten/Kota yang memiliki TKK rendah, 12 Kabupaten/Kota memiliki kategori sedang dan 14 Kabupaten /Kota dengan kategori tinggi. TKK kategori rendah meliputi Kabupaten Jepara, Kabupaten Semarang,Kota Semarang, Kota Tegal, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Kudus, Kota Magelang, Kota Salatiga, Kota Pekalongan Apabila digabungkan antara TAKK dan TKK maka terdapat 9 Kabupaten yakni Kabupaten Cilacap, Kabupaten Banyumas, Kabupaten Purbolinggo, Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Grobogan, Kabupaten Demak,Kabupaten Blora, Kabupaten Pemalang dan Kabupaten Brebes memiliki TAKK rendah dan TKK tinggi. Hubungan negatip antara TAKK rendah dan TKK tinggi ini mencerminkan bahwa minat penduduk miskin untuk bergabung kepada koperasi adalah rendah yang tercermin dari ratio TAKK < 0,11 dan konsekuensinya angka kemiskinan tinggi. Hal ini memperlihatkan bahwa pemerintah belum sepenuhnya melakukan mobilisasi penduduk untuk menjadi anggota koperasi mengingat koperasi adalah kumpulan orang dan bertujuan mensejahteraan anggota. Sebaliknya pada Kabupaten Sukoharjo. Kabupaten Kudus,Kabupaten Magelang, Kabupaten Salatiga, Kabupaten Pekalongan ratio TAKK tinggi dan TKK rendah. Pada kabupaten-kabupaten tersebut mencerminkan hubungan negatip antara TAKK dan TKK. Pada lima Kabupaten yang memilikiTAKK tinggi dan TKK rendah memperlihatkan bahwa banyak masyarakat yang menjadi anggota koperasi sehingga angka kemiskinan rendah. Hubungan positip antara TAKK tinggi dan TKK tinggi terdapat pada Kabupaten Banjarnegara,Kabupaten Kebumen ,Kabupaten Klaten dan Kabupaten Pati. Hal ini mengindikasikan jumlah penduduk miskin pada kabupaten tersebut cukup tinggi dan mereka tidak menjadi anggota koperasi atau yang menjadi anggota koperasi adalah mereka yang bukan tergolong orang miskin. Tiga Kabupaten/Kota memiliki TAKK rendah dan TKK rendah. Kabupaten tersebut meliputi Kabupaten Jepara,Kabupaten Semarang dan Kota Semarang.Keadaan tersebut menunjukan bahwa pada Kabupaten Jepara,Kabupaten Semarang dan Kota Semarang, masyarakat belumbanyak yang tertarik pada koperasi sehingga keanggotaan rendah.atau yang menjadi anggota koperasi bukanlah mereka yang tergolong miskin melainkan orang yang telah mampu, Rendahnya penduduk miskin disinyalir karena kegiatan ekonomi pada ketiga Kabupaten /Kota cukup baik sehingga banyak penduduk memiliki keadaan ekonomi yang membaik.
Untuk melihat peluang koperasi dalam pengentasan kemiskinan maka dipakai pendekatan probability. Marginal Probability adalah probability sisa yang merupakan probability kejadian di luar interaksi antara TAKK dan TKK. Probability marginal dari kategori TAKK rendah, sedang dan tinggi adalah 0,4; 0,1428 dan 0.457143. Maksudnya ,kemungkinan ditemukannya kabupaten/kota dengan TAKK rendah,sedang dan tinggi masing-masing 40 %, 14,28 % dan 45,7143 %. Probability Marginal TKK kategori rendah, sedang dan tinggi adalah 0,257143 ,0,342857 dan 0,40000. Kemungkinan ditemukan kabupaten/kota dengan TKK kategori rendah,sedang dan tinggi sebesar 25,7143 %; 34,2857 % dan 40 %. Condition Probability TKK atas TAKK (probability kejadian TKK kategori rendah,sedang,dan tinggi terkait TAKK kategori rendah) masing-masing sebesar 21,4285 %; 59,9999 % dan 64,2858 %. Condiotional probability TAKK tinggi terkait TKK rendah,sedang dan tinggi adalah 31,25 %; 43,75 % dan 25,0003 %. Joint probability merupakan interaksi kejadian antara TAKK dan TKK. Joint probability antara TKK rendah dan TKK rendah,sedang,dan tinggi masing-masing adalah 8,5714 %,2,8571 % dan 14,7143 %. Joint probabilitry tertinggi sebesar 20 % yakni interaksi antara TAKK tinggi dan TKK sedang. Peluang Kabupaten/Kota dengan TAKK tinggi dan TKK rendah sebesar 14,7143 %. Dari 35 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah ternyata hanya 5 Kabupaten /Kota kemungkinan dalam posisi baik di mana koperasi dapat mendukung berkurangnya penduduk miskin. Data selengkapnya pada tabel 2

Tabel 2. Matriks Distribusi Kabupaten /Kota di Jawa Tengah 2011 Atas Dasar TAKK dan TKK
beserta peluangnya

Tingkat Kemiskinan Kabupaten/Kota (TKK)

Rendah
Sedang
Tinggi
Total Prob
Tingkat Keanggotaan koperasi Kabupaten atauKota (TAKK)
Rendah
Kab. Jepara
Kab. Semarang
Kota semarang
Kab.tegal
Kab. Batang

Kab. Cilacap
Kab. Banyumas
Kab. Purbalingga
Kab. Wonosobo
Kab. Grobongan
Kab. Blora
Kab. Demak
Kab. Pemalang
Kab. brebes


Probability
0,085714
0,057143
0,025743
0,40000
TAKK
Sedang
Kota tegal
Kab. Rembang
Kab. Kendal
Kab. Purworjo
Kab. Pekalongan


Probability
0.028571
0,085714
0,028571
0,142857

Tinggi
Kab.Sukoharjo
Kab.Kudus
Kota Magelang
Kota Salatiga KotaPekalongan
Kab.Magelang
Kab.Temanggung
Kab.Boyolali
Kab.Karanganyar Kab.Seragen Kab.Wonogiri Kota Surakarta
Kab.Banjarnegara
Kab.Kudus
Kab.Kebumen Kota Magelang
Kab.Klaten
Kab.Pati

TAKK
Probability
0,142857
0,200000
0,114287
0,457143

Total probability
0,257143
0,342857
0,400000
1,000000

Kemiskinan merupakan persoalan yang kompleks dan memiliki wujud yang majemuk seperti rendahnya tingkat pendapatan dan sumber daya produktip untuk kelangsungan hidup, rendahnya tingkat kesehatan, maupun rendahnya aksesibilitas (Izzedin Bakhit et all 2001). Aksesbilitas dalam hal ini berarti kemampuan seseorang atau kelompok orang dalam masyarakat untuk mencapai atau mendapatkan sesuatu yang sebenarnya merupakan kebutuhan dasarnya dan seharusnya menjadi haknya sebagai warga negara. Orang yang miskin mempunyai aksesbilitas yang rendah dan terbatas terhadap berbagai kebutuhan hidup. Akses-akses yang tidak bisa didapat masyarakat miskin antara lain akses untuk mendapatkan makanan yang layak, akses untuk mendapatkan sandang,papan yang layak, akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dan pendidikan (Novianto Dwi Wibowo 2003). Untuk mengatasi kemiskinan, maka orang miskin dapat bergabung dan bekerja sama
untuk kepentingan bersama. Koperasi merupakan media untuk mengubah kondisi ekonomi anggota. Koperasi sebagai badan usaha yang beranggotakan orang seoarang atau badan hukum koperasi dalam kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi seperti tertuang pada UU RI no.25 tahun 1992. Sebagai bentuk perusahaan yang unik berbeda dengan bentuk badan perusahaan lainnya maka koperasi tidak mengejar keuntungan tetapi memiliki peran melayani anggotanya. Keberhasilan koperasi akan diukur dari kemampuan koperasi memperbaiki kondisi ekonomi anggotanya. Hasil penelitian memperlihatkan beberapa Kabupaten/Kota yaitu Kabupaten Sukoharjo. kabupaten Kudus,Kabupaten Magelang, Kabupaten Salatiga, Kabupaten Pekalongan memiliki ratio TAKK tinggi dan TKK rendah . Nilai peluang sebesar 0,142857 menunjukan bahwa peluang koperasi dalam mengatasi kemiskinan di Jawa Tengah masih rendah. Dengan demikian koperasi belum sepenuhnya menjadi wadah ekonomi rakyat dan soko guru ekonomi Jawa Tengah. Padahal koperasi adalah kumpulan orang, modal sosial dan bukan modal yang bertujuan untuk mensejahterakan anggotanya. Rendahnya peluang koperasi dalam mengatasi kemiskinan tidak terlepas adanya dualisme organisasi koperasi sebagai organisasi perusahaan yang yang social motip sehingga dapat menimbulkan intreprestasi yang bayes terhadap implementasi koperasi.Banyak koperasi yang lebih mementingkan pemilik modal dibanding anggotanya.

Di samping itu ada faktor intern yang berperan terhadap kecilnya peluang koperasi dalam pengentasan kemiskinan. Faktor intern yang sering muncul pada koperasi adalah manajemen pengelolaan koperasi yang kurang baik sehingga banyak koperasi yang tumbuh kemudian menjadi pasip dan seringkali koperasi tidak menjalankan sesuai dengan fungsinya atau kegiatan usaha menyimpang dari kepentingan anggotanya. Kesalahan dalam pengelolaan koperasi seringkali disebabkan oleh rendahnya kompetensi ,mental serta dedikasi pengurus yang kurang baik. Pengawasan koperasi menjadi tidak optimal , pengurus yang tidak jujur sehingga anggota menjadi koperasi.Banyak kasus di media massa tentang penggelapan uang nasabah terutama pada koperasi simpan pinjam (seperti Koperasi Langit Biru) yang dapat mengakibatkan krisis kepercayaan pada koperasi. Citra koperasi yang kurang baik di masyarakat menjadikan masyarakat enggan untuk menjadi koperasi. Peran anggota juga menentukan maju mundurnya koperasi. Seringkali para anggota kurang memahami kewajiban sebagai anggota. Ropke (2003) mengungkapkan bahwa ”Tanpa partisipasi anggota, kemungkinan atas rendah atau menurunnya efisiensi dan efektivitas anggota dalam rangka mencapai kinerja koperasi, akan lebih besar”.Partisipasi anggota terdiri dari beberapa bentuk, yaitu : partisipasi dalam kegiatan usaha koperasi (transaksi jual beli/simpan pinjam dengan koperasi), partisipasi dalam pemupukan modal (kesadaran anggota dalam memenuhi kewajiban-kewajibannya, yaitu membayar simpanan pokok, simpanan wajib, dan simpanan sukarela), partisipasi dalam pengambilan keputusan (mengikuti rapat-rapat anggota) dan partisipasi pengawasan (anggota seharusnya dapat berperan sebagai detektor yang mampu secara jeli menyidiki berbagai kemungkinan adanya manipulasi dan kolusi dalam koperasi). Upaya membangun koperasi harus didasari mental yang baik dari jajaran gerakan koperasi. Anggota koperasi memiliki posisi sentral dalam organisasi koperasi.Hanya dengan anggota loyal dan disiplin, serta pengelola jujur dan profesinal, koperasi bisa dijamin maju. Di sisi ektern, tampaknya pemerintah pada era liberalisasi perdagangan dan upaya untuk mengejar angka pertumbuhan ekonomi cenderung memperhatikan usaha-usaha yang besar (korporasi) karena melalui badan usaha tersebut pemerintah dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Kondisi ini mermperlihatkan bahwa perhatian pemerintah terhadap koperasi belum optimal.

BAB IV
PENUTUP
Peluang koperasi Di Jawa Tengah dalam pengetasan kermiskinan masih sangat rendah. Hal ini tak lepas dari ambivaelensi koperasi sebagai organisasi usaha yang profit motip serta sebagai organisasi yang social motip yang menimbulkan intrepresi yang bias dalam implementasi. Faktor internal seperti kualitas pengurus yang belum kompeten serta anggota yang belum sepenuhnya mengetahui kewajibannya merupakan faktor pendukung rendahnya peluang koperasi dalam mengatasi kemiskinan.Di samping itu, kurangnya perhatian pemerintah terhadap koperasi menjadikan peluang koperasi untuk berkembang sangat rendah.

SUMBER



Tidak ada komentar:

Posting Komentar