Selasa, 05 November 2013

Bab I Ekonomi koperasi



Analisis Peluang Koperasi Dalam Mengatasi Kemiskinan

SRI WIDIYATI

Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Semarang
Jl.Prof.Soedarto,SH Tembalang Semarang
Kotak Pos 619/SMS Semarang 500761

BAB I
I. ABSTRAK

Fungsi dari koperasi adalah meningkatkan kesejahteraan anggota. Semakin banyak anggota koperasi maka semakin banyak kesempatan anggota koperasi merasakan kesejahteraan maka dampak selanjutnya semakin kecil tingkat kemiskinan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sebeserapa besar peluang koperasi dalam pengentasan kemiskinan. Data yang dibutuhkan meliputi data penduduk, data penduduk,miskin serta data anggota koperasi pada 35 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah. Analisis data menggunakan pendekatan probability. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa peluang koperasi untuk mengentasan kemiskinan sebesar 14,286 %. Hal ini menunjukan bahwa peluang koperasi untuk mengatasi
kemiskinan masih rendah.
Katakunci : koperasi, kesejahteraan,kemiskinan, probability

II. PENDAHULUAN

Berdasarkan pasal 33 UUD 1945 secara eksplisit Koperasi merupakan bangun perusahaan yang sesuai dengan perekonomian Indonesia. Koperasi adalah badan usaha yang beranggotaan orang seorang atau badan usaha yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Koperasi bukanlah kumpulan modal tetapi kumpulan “orang”.Homosocius adalah mahluk sosial yang menjaga kerukunan antar sesama dan bekerja untuk kepentingan bersama. Sesuai dengan pengertian tersebut maka koperasi lebih menekankan pada paham kooperativisme (coorperation based) yang akan membentuk kekuatan yang berlipat ganda,bersinergi dalam rangka mencapai efisiensi (Sri Edi Swasono 2012 ). Keunikan koperasi dibanding bentuk perusahaan yang lain yakni koperasi sebagai kumpulan modal sosial tidak mengejar keuntungan tetapi diberi mandat untuk melayani anggotanya. Pemberdayaan masyarakat miskin melalui koperasi akan menggerakan roda perekonomian sehingga rantai kemiskinan dapat terputus. Menurut Subiyakto Tjakrawardaya (www.damandiri.or.id./detail) peran koperasi Indonesia merupakan agen pembangunan untuk pengentasan kemiskinan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu keberhasilan koperasi terletak pada perbaikan kondisi ekonomi para anggotanya. Kemiskinan merupakan program nasional yang sampai saat ini belum teratasi sepenuhnya.
Program pemberantasan kemiskinan dilakukan oleh lintas kementerian dan dikoordinatori oleh Kementerian Koordinator bidang Kesejahteraan Masyarakat. Target kebijakan berdasarkan klaster. Klaster-1 merupakan kelompok rumah tangga kategori sangat miskin, miskin dan hampir miskin. Klaster-2 merupakan kelompok masyarakat miskin yang berpotensi mandiri jika diberi bantuan. Klaster-3 adalah kelompok masyarakat miskin tetapi sudah bisa mandiri dan mengembangkan diri dalam bisnis dan menciptakan lapangan pekerjaan. Kelompok ini merupakan kelompok teratas di atas garis kemiskinan. Pada umumnya,klaster-3 mencakup masyarakat yang tergabung dalam koperasi serta dalam usaha mikro,kecil dan menengah. Kementerian Koperasi dan UKM menguncurkan dana pemberantasan kemiskinan dengan sasaran UMKM khususnya pengusaha mikro yang jumlahnya sangat banyak dan lemah dalam segala hal.
Hanya sekitar 12 % penduduk Indonesia adalah anggota koperasi, Sebagian besar koperasi di Indonesia dalam bentuk koperasi simpan pinjam. Sejarahnya perkoperasian di Indonesia sudah dikenal pada masa peralihan abad 19-20 an. Setelah proklamasi peranan koperasi dipaterikan dalam konstitusi sehingga memiliki posisi politis strategis, kemudian pada tahun 1947 gerakan koperasi menyatukan diri dalam wadah gerakan koperasi, yang saat ini bernama Dekopin. Dukungan politis dari negara dan wadah tunggal gerakan koperasi, seharusnya koperasi Indonesia sudah bisa mapan sebagai lembaga ekonomi dan sosial yang kuat dan sehat. Tetapi kenyataan menunjukkan, koperasi yang dengan landasan konstitusi pernah didambakan sebagai “soko guru perekonomian nasional” itu, saat ini tidak mengalami perkembangan yang berarti, sehingga amat jauh ketinggalan dari koperasi-koperasi di negara-negara lain, termasuk koperasi di negara sedang berkembang. Demikianlah pada masa “orde lama” koperasi menjadi “alat politik” pemerintah dan partai dalam rangka nasakomisasi, pada masa ”orde baru” koperasi menjadi “alat dan bagian integral dari pembangunan perekonomian nasional” yang dilimpahi dengan bermacam fasilitas. koperasi Indonesia di era globalisasi ini pada umumnya memiliki tiga tantangan yaitu Tantangan pertama, memperbaiki citranya sebagai kumpulan golongan ekonomi lemah pemburu fasilitas. Kedua, kontribusinya yang meskipun secara sosial cukup tinggi, namun secara nominal masih sangat rendah dalam perekonomian nasional dibandingkan dengan badan usaha swasta. Ketiga, semakin rendahnya kesadaran masyarakat untuk bergotong-royong melalui koperasi seiring dengan meningkatnya modernitas dan individualisme.  
Jawa Tengah sebagai bagian pemerintah Indonesia sangat mendukung kominten pemerintah untuk mnelaksanakan program dan kegiatan untuk mencapai tujuan Millenium Development Goals (MDGs). Tujuan MDGs adalah upaya untuk memenuhi hak dasar kebutuhan manusia diantaranya penanggulangan kemiskinan dan kelaparan. Arah kebijakan pokok penanggulangan kemiskinan di Jawa Tengah dilaksanakan melalui program pro-poor,pro-job dan pro-growth yang berorientasi pada pemerataan pendapatan dan pengurangan beban pengeluaran penduduk miskin. Kondisi kemiskinan di Jawa Tengah tercermin dari penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan sebesar 5,256 juta orang atau 16,21 % pada bulan September 2011. Angka tersebut mengalami kenaikan sebesar 148,6 ribu orang jika dibanding penduduk miskin pada bulan Maret 2011 yang berjumlah 5.107 ribu orang atau 15,76 %. Penduduk miskin di perkotaan sebesar 14,67 % sementara di pedesaan sebanyak 17,50 %. Garis kemiskina di Jawa Tengah sebesar Rp.217.440,- per kapita per bulan dan sebesar 73,02 % untuk konsumsi makanan dan sisanya untuk konsumsi bukan makanan. Dilihat dari indeks kedalaman kemiskinan (P1), untuk daerah perkotaan sebesar 2,568 sedangkan di pedesaan mencapai 2,589. Hal ini menunjukan bahwa di pedesaan rata-rata pengeluaran penduduk miskin lebih jauh dari Garis Kemiskinan dibanding di kota.Nilai indeks keparahan kemiskinan (P2) untuk daerah perkotaan sebesar 0,725 dan pedesaan 0,606.Angka ini memperlihatkan bahwa ketimpangan pengeluaran penduduk miskin di kota lebih tinggi daripada di desa ( Berita Resmi Statistik 2 Januari 2012). Potensi koperasi di Jawa Tengah tidak hanya tampak pada jumlah koperasi tetapi juga pada jumlah anggota ,modal maupun volume usaha. Secara kuantitatip, jumlah koperasi di Jawa Tengah mengalami kenaikan sebesar 3,62 % dari tahun 2010 ke tahun 2011. Kenaikan jumlah koperasi diikuti kenaikan jumlah anggota koperasi maupun penyerapan tenaga kereja. Anggota kopersi meningkat sebesr 14,97 % sementara modal dan volume usaha masing-masing meningkat sebesar 57,95 % dan 153,27 % ( Dinas Koperasi dan UMKM 2011).Semakin banyak masyarakat yang bergabung menjadi anggota koperasi diharapkan semakin banyak kesempatan para anggota koperasi untuk memperbaiki kondisi sosial ekonomi. Semakin banyak anggota koperasi yang membaik kondisi sosial ekonomi atau semakin sejahtera maka penduduk miskin akan semakin berkurang. Oleh karena itu terdapat hubungan negatip antara ratio anggota koperasi dan ratio penduduk miskin. Dari paparan di atas, terlihat kinerja koperasi di Jawa Tengah meningkat dilihat dari sisi jumlah koperasi, anggota , modal maupun volume. Keanggotaan koperasi meningkat sebesar 14,97 % dan di sisi lain angka kemiskinan menurun hanya 1,16 % dari tahun 2010 ke 2011. Persentase kenaikan anggota koperasi belum diikuti dengan persentase penurunan signifikan penduduk miskin. Di sisi lain jumlah penduduk miskin di Jawa Tengah 2011 sebanyak 5,256 juta orang dan target yang ingin dicapai adalah 4,32 juta orang. Hal ini yang mendasari penelitian seberapa besar peluang koperasi dalam pengentasan kemiskinan 

SUMBER

http://akuntansipolines.org/Keunis/V1N1T2012/Wiwid_%20Keunis.pdf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar