Analisis Peluang Koperasi Dalam Mengatasi Kemiskinan
SRI WIDIYATI
Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri
Semarang
Jl.Prof.Soedarto,SH Tembalang
Semarang
Kotak Pos 619/SMS Semarang 500761
BAB I
I. ABSTRAK
Fungsi dari koperasi adalah meningkatkan kesejahteraan
anggota. Semakin banyak anggota koperasi maka semakin banyak kesempatan anggota
koperasi merasakan kesejahteraan maka dampak selanjutnya semakin kecil tingkat
kemiskinan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sebeserapa besar peluang
koperasi dalam pengentasan kemiskinan. Data yang dibutuhkan meliputi data
penduduk, data penduduk,miskin serta data anggota koperasi pada 35
Kabupaten/Kota di Jawa Tengah. Analisis data menggunakan pendekatan
probability. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa peluang koperasi untuk
mengentasan kemiskinan sebesar 14,286 %. Hal ini menunjukan bahwa peluang
koperasi untuk mengatasi
kemiskinan masih rendah.
Katakunci : koperasi,
kesejahteraan,kemiskinan, probability
II. PENDAHULUAN
Berdasarkan pasal 33 UUD 1945 secara eksplisit
Koperasi merupakan bangun perusahaan yang sesuai dengan perekonomian Indonesia.
Koperasi adalah badan usaha yang beranggotaan orang seorang atau badan usaha
yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Koperasi bukanlah
kumpulan modal tetapi kumpulan “orang”.Homosocius adalah mahluk sosial yang
menjaga kerukunan antar sesama dan bekerja untuk kepentingan bersama. Sesuai
dengan pengertian tersebut maka koperasi lebih menekankan pada paham
kooperativisme (coorperation based) yang akan membentuk kekuatan yang berlipat
ganda,bersinergi dalam rangka mencapai efisiensi (Sri Edi Swasono 2012 ).
Keunikan koperasi dibanding bentuk perusahaan yang lain yakni koperasi sebagai
kumpulan modal sosial tidak mengejar keuntungan tetapi diberi mandat untuk
melayani anggotanya. Pemberdayaan masyarakat miskin melalui koperasi akan
menggerakan roda perekonomian sehingga rantai kemiskinan dapat terputus.
Menurut Subiyakto Tjakrawardaya (www.damandiri.or.id./detail) peran koperasi
Indonesia merupakan agen pembangunan untuk pengentasan kemiskinan serta
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu keberhasilan koperasi
terletak pada perbaikan kondisi ekonomi para anggotanya. Kemiskinan merupakan
program nasional yang sampai saat ini belum teratasi sepenuhnya.
Program pemberantasan kemiskinan
dilakukan oleh lintas kementerian dan dikoordinatori oleh Kementerian
Koordinator bidang Kesejahteraan Masyarakat. Target kebijakan berdasarkan
klaster. Klaster-1 merupakan kelompok rumah tangga kategori sangat miskin,
miskin dan hampir miskin. Klaster-2 merupakan kelompok masyarakat miskin yang
berpotensi mandiri jika diberi bantuan. Klaster-3 adalah kelompok masyarakat
miskin tetapi sudah bisa mandiri dan mengembangkan diri dalam bisnis dan menciptakan
lapangan pekerjaan. Kelompok ini merupakan kelompok teratas di atas garis
kemiskinan. Pada umumnya,klaster-3 mencakup masyarakat yang tergabung dalam
koperasi serta dalam usaha mikro,kecil dan menengah. Kementerian Koperasi dan
UKM menguncurkan dana pemberantasan kemiskinan dengan sasaran UMKM khususnya
pengusaha mikro yang jumlahnya sangat banyak dan lemah dalam segala hal.
Hanya sekitar 12 % penduduk Indonesia
adalah anggota koperasi, Sebagian besar koperasi di Indonesia dalam bentuk
koperasi simpan pinjam. Sejarahnya perkoperasian di Indonesia sudah dikenal
pada masa peralihan abad 19-20 an. Setelah proklamasi peranan koperasi
dipaterikan dalam konstitusi sehingga memiliki posisi politis strategis,
kemudian pada tahun 1947 gerakan koperasi menyatukan diri dalam wadah gerakan
koperasi, yang saat ini bernama Dekopin. Dukungan politis dari negara dan wadah
tunggal gerakan koperasi, seharusnya koperasi Indonesia sudah bisa mapan
sebagai lembaga ekonomi dan sosial yang kuat dan sehat. Tetapi kenyataan
menunjukkan, koperasi yang dengan landasan konstitusi pernah didambakan sebagai
“soko guru perekonomian nasional” itu, saat ini tidak mengalami perkembangan
yang berarti, sehingga amat jauh ketinggalan dari koperasi-koperasi di
negara-negara lain, termasuk koperasi di negara sedang berkembang. Demikianlah
pada masa “orde lama” koperasi menjadi “alat politik” pemerintah dan partai
dalam rangka nasakomisasi, pada masa ”orde baru” koperasi menjadi “alat dan
bagian integral dari pembangunan perekonomian nasional” yang dilimpahi dengan
bermacam fasilitas. koperasi Indonesia di era globalisasi ini pada umumnya
memiliki tiga tantangan yaitu Tantangan pertama, memperbaiki citranya sebagai
kumpulan golongan ekonomi lemah pemburu fasilitas. Kedua, kontribusinya yang
meskipun secara sosial cukup tinggi, namun secara nominal masih sangat rendah
dalam perekonomian nasional dibandingkan dengan badan usaha swasta. Ketiga,
semakin rendahnya kesadaran masyarakat untuk bergotong-royong melalui koperasi
seiring dengan meningkatnya modernitas dan individualisme.
Jawa Tengah sebagai bagian pemerintah Indonesia sangat
mendukung kominten pemerintah untuk mnelaksanakan program dan kegiatan untuk
mencapai tujuan Millenium Development Goals (MDGs). Tujuan MDGs adalah
upaya untuk memenuhi hak dasar kebutuhan manusia diantaranya penanggulangan
kemiskinan dan kelaparan. Arah kebijakan pokok penanggulangan kemiskinan di
Jawa Tengah dilaksanakan melalui program pro-poor,pro-job dan pro-growth yang
berorientasi pada pemerataan pendapatan dan pengurangan beban pengeluaran
penduduk miskin. Kondisi kemiskinan di Jawa Tengah tercermin dari penduduk yang
berada di bawah garis kemiskinan sebesar 5,256 juta orang atau 16,21 % pada
bulan September 2011. Angka tersebut mengalami kenaikan sebesar 148,6 ribu
orang jika dibanding penduduk miskin pada bulan Maret 2011 yang berjumlah 5.107
ribu orang atau 15,76 %. Penduduk miskin di perkotaan sebesar 14,67 % sementara
di pedesaan sebanyak 17,50 %. Garis kemiskina di Jawa Tengah sebesar
Rp.217.440,- per kapita per bulan dan sebesar 73,02 % untuk konsumsi makanan
dan sisanya untuk konsumsi bukan makanan. Dilihat dari indeks kedalaman
kemiskinan (P1), untuk daerah perkotaan sebesar 2,568 sedangkan di pedesaan
mencapai 2,589. Hal ini menunjukan bahwa di pedesaan rata-rata pengeluaran
penduduk miskin lebih jauh dari Garis Kemiskinan dibanding di kota.Nilai indeks
keparahan kemiskinan (P2) untuk daerah perkotaan sebesar 0,725 dan pedesaan
0,606.Angka ini memperlihatkan bahwa ketimpangan pengeluaran penduduk miskin di
kota lebih tinggi daripada di desa ( Berita Resmi Statistik 2 Januari 2012).
Potensi koperasi di Jawa Tengah tidak hanya tampak pada jumlah koperasi tetapi
juga pada jumlah anggota ,modal maupun volume usaha. Secara kuantitatip, jumlah
koperasi di Jawa Tengah mengalami kenaikan sebesar 3,62 % dari tahun 2010 ke
tahun 2011. Kenaikan jumlah koperasi diikuti kenaikan jumlah anggota koperasi
maupun penyerapan tenaga kereja. Anggota kopersi meningkat sebesr 14,97 %
sementara modal dan volume usaha masing-masing meningkat sebesar 57,95 % dan
153,27 % ( Dinas Koperasi dan UMKM 2011).Semakin banyak masyarakat yang
bergabung menjadi anggota koperasi diharapkan semakin banyak kesempatan para
anggota koperasi untuk memperbaiki kondisi sosial ekonomi. Semakin banyak
anggota koperasi yang membaik kondisi sosial ekonomi atau semakin sejahtera
maka penduduk miskin akan semakin berkurang. Oleh karena itu terdapat hubungan
negatip antara ratio anggota koperasi dan ratio penduduk miskin. Dari paparan
di atas, terlihat kinerja koperasi di Jawa Tengah meningkat dilihat dari sisi
jumlah koperasi, anggota , modal maupun volume. Keanggotaan koperasi meningkat
sebesar 14,97 % dan di sisi lain angka kemiskinan menurun hanya 1,16 % dari
tahun 2010 ke 2011. Persentase kenaikan anggota koperasi belum diikuti dengan
persentase penurunan signifikan penduduk miskin. Di sisi lain jumlah penduduk
miskin di Jawa Tengah 2011 sebanyak 5,256 juta orang dan target yang ingin
dicapai adalah 4,32 juta orang. Hal ini yang mendasari penelitian seberapa
besar peluang koperasi dalam pengentasan kemiskinan
http://akuntansipolines.org/Keunis/V1N1T2012/Wiwid_%20Keunis.pdf
SUMBER
Tidak ada komentar:
Posting Komentar