Otoritas Jasa Keuangan adalah
lembaga negara yang dibentuk berdasarkan UU nomor 21 tahun 2011 yang
berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi
terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. Otoritas Jasa
Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang independen dan bebas
dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang
pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan.
Pelaku industri keuangan menilai
belum ada kesepahaman dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait pemberlakuan
iuran yang akan diterapkan pada 1 Maret 2014. Ini menyebabkan masih timbulnya
pro kontra antarpelaku industri, yang berpotensi menimbulkan kesalahan saat
implementasi.Berikut adalah tanggapan manajemen perusahaan bank dan asuransi
mengenai pemberlakuan iuran oleh OJK
1. Tanggapan
manajemen Bank mengenai pemberlakuan iuran oleh OJK
Bank Rakyat
Indonesia (BRI) menegaskan tak akan membebankan biaya iuran OJK terhadap
nasabah. Namun berusaha melakukan sejumlah efisiensi untuk mengurangi biaya
operasional.
"Kami akui ini akan menambah biaya operasional. Oleh
karena itu, kami akan coba cari jalan melakukan berbagai efisiensi agar tak
langsung membebani nasabah," kata Ahmad Baequni, Direktur Keuangan BRI.
Adapun total iuran
BRI yang harus dibayar OJK sekitar 0,03% dari total aset BRI yang kini mencapai
Rp 606 triliun. Dengan demikian iuran BRI yang dibayarkan kepada OJK
diperkirakan mencapai Rp 181 miliar.
Menurut Muhammad Ali, Sekretaris Perusahaan BRI,
beban iuran OJK akan masuk ke pos biaya pendapatan dari pendapatan operasional
(BOPO). Sehingga diupayakan akan terjadi peningkatan pendapatan operasional
untuk atasi beban operasional yang bertambah.
Sebagaimana
diketahui, Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional (Perbanas), mengkritik
pemberlakuan iuran OJK bagi industri perbankan. Menurut Sigit Pramono, Ketua
Umum Perbanas, kebijakan ini dianggap akan membuat biaya operasional perbankan
membengkak. Tentu ini akan berimbas kepada peningkatan biaya dana serta
ujungnya meningkatkan besaran bunga kredit. Meningat bank adalah institusi
bisni, pasti melakukan transformasi beban pungutan OJK menjadi beban konsumen
masyarakat.
2. Tanggapan
manajemen asuransi mengenai pemberlakuan iuran oleh OJK
Demi mendukung
operasional dan meningkatkan pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK),
pemerintah siap menetapkan iuran bagi lembaga keuangan nonbank. Besaran fee antara 0,03%-0,45% dari aset setiap perusahaan lembaga
keuangan non-bank. Menanggapi rencana
pemberlakuan iuran OJK, Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), mengemukakan
pungutan tersebut terlalu besar. "Kalau
dilihat dari sisi aset, saya melihat, angka 0,03% itu masih cukup besar," ujar Direktur Eksekutif AAUI, Julian Noor. Menurut dia, sebelumnya memang ada pemaparan konsep
iuran OJK kepada industri, tapi belum menyentuh pada kebutuhan dana OJK. Sejatinya
industri asuransi umum bersedia mengeluarkan sejumlah uang demi memperkuat
peran regulator. Namun, AAUI meminta pemerintah melibatkan kalangan industri
keuangan. Dari sini, pemerintah dan para
pemangku kepentingan bisa duduk bersama untuk mencari solusi dan membahas
seberapa besar kebutuhan OJK. Kalangan industri asuransi berharap tidak menjadi
pihak yang hanya menerima keputusan final, tapi juga didasarkan pada kebutuhan
OJK. "Berapa yang ditanggung
negara dan berapa yang ditanggung melalui industri. Dari sini bisa dilihat
berapa besaran fee yang
diperlukan," ungkap Julian.
AAUI mengharapkan,
OJK dapat menjalankan tugas secara efektif, lebih tegas, yang pada akhirnya
bisa menggairahkan industri keuangan. Dengan regulasi yang kuat, industry akan
tumbuh dengan baik dan kepercayaan masyarakat ikut meningkat.
OJK memikul misi
cukup berat, yakni mengawasi aktivitas seluruh industri keuangan, baik
perbankan maupun nonbank. Total jenderal, OJK harus mengawasi aset sekitar Rp
9.600 triliun. Dengan asumsi pungutan OJK 0,04%, potensi pendapatan dari fee industri keuangan mencapai Rp 3,84 triliun. Sementara
pagu anggaran OJK tahun depan sebesar Rp 2,4 triliun. Total jenderal, lembaga
superbodi tersebut akan mengantongi dana sekitar Rp 6,24 triliun.
Sumber :